Indonesia Terus 'Rayu' Uni Eropa Agar Tetap Bisa Impor CPO

Mesha Mediani | CNN Indonesia
Rabu, 18 Apr 2018 08:25 WIB
Pemerintah Indonesia tengah berupaya meyakinkan Uni Eropa bahwa budidaya minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) di Nusantara tidak merusak lingkungan.
Ilustrasi perkebunan kelapa sawit di Jambi. (CNN Indonesia/Mesha Mediani)
Jambi, CNN Indonesia -- Pemerintah Indonesia tengah berupaya meyakinkan Uni Eropa bahwa budidaya minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Nusantara tidak merusak lingkungan. Selain meyakinkan Uni Eropa, pemerintah pun tengah berupaya memperluas pasar CPO

Salah satu caranya untuk meyakinkan Uni Eropa dilakukan dengan mengajak para duta besar dan pejabat negara-negara Uni Eropa di Indonesia ke perkebunan kelapa sawit milik Asian Agri di Tungkal Ulu, Jambi. Perkebunan ini diklaim sudah memiliki sertifikasi ISO 14001 untuk seluruh operasionalnya.

Langkah tersebut merupakan tindak lanjut dari resolusi parlemen Uni Eropa bertajuk 'Palm Oil and Deforestation of Rainforests' yang ditetapkan pada 4 April 2017. Resolusi itu membahas berbagai dampak industri sawit terhadap deforestasi hutan hujan, salah satunya di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Melalui resolusi itu, parlemen Uni Eropa berencana melarang pemakaian biodiesel berbasis CPO pada 2020, termasuk menyetop impor komoditas tersebut dari Indonesia.

Kepala Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Siswo Pramono mengatakan pihaknya dan Collaborative Research Center 990 (CRC990) sedang menyusun ringkasan kebijakan terkait industri sawit.

CRC990 adalah tim yang terdiri dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Jambi, Universitas Tadulako, dan Universitas Gottingen, Jerman.


"Indonesia itu produser terbesar palm oil sekaligus pemakai terbesar. Center of excellence of palm oil itu ada di sini dan kita kembangkan dengan teman-teman universitas di Eropa. Itu jembatan untuk meyakinkan mereka," kata Siswo di Tungkal Ulu, Jambi, Selasa (17/4).

Namun, Siswo mengaku Kemenlu tidak mempunyai target terukur dari program tersebut. Menurutnya, masih ada perdebatan antarnegara Uni Eropa antara pihak yang masih membutuhkan CPO asal Indonesia dan mereka yang mau melindungi petani lokal. Contohnya, petani penghasil minyak rapa atau minyak biji bunga matahari di sana.

Dengan demikian, akan sulit menghitung jumlah negara Uni Eropa yang pro dan kontra terhadap impor CPO dari Indonesia.


Di sisi lain, kata Siswo, pemerintah juga ingin menyelamatkan petani lokal yang bergantung pada industri kelapa sawit. Oleh sebab itu, pemerintah sedang menggencarkan upaya persuasif ke pemerintah Uni Eropa soal CPO.

"Petani sawit atau smallholders itu kan voters kita juga. Artinya, aspek ini sudah dibawa dari ranah sains ke ranah politik. Nah, perwakilan kita yang penting engage saja dulu," ujarnya.

Perluas Pasar Ekspor

Kendati masih meyakinkan Uni Eropa, Siswo mengaku Indonesia kini tengah mencari pasar alternatif lain untuk memasarkan CPO. Hingga saat ini, tiga besar tujuan ekspor CPO dari Indonesia masih diduduki oleh India, Uni Eropa, dan China. Selama tahun 2017, ekspor CPO dari Indonesia menembus angka 23 miliar dolar AS atau naik 26 persen dibanding perolehan tahun 2016. 

"Ada konferensi duta besar Indonesia di seluruh dunia. Kami panggil (duta besar) ke Jakarta dan mereka harus mencari pasar-pasar baru," ungkapnya.

Sebagai negara penghasil CPO terbesar, menurut Siswo, Indonesia berpotensi memperluas pasar ekspor CPO ke negara-negara lain selain India, Uni Eropa, dan China.


Siswo juga menegaskan keharusan Indonesia untuk menyerap tiga juta ton CPO demi memangkas porsi ekspor komoditas nasional tersebut. Dengan demikian, suplai ke pasar global berkurang dan harga CPO akan terdongkrak.

"Artinya, kita juga harus mawas diri meningkatkan serapan di dalam negeri. Jadi yang tiga juta ton bisa terserap di dalam negeri, selain mencari pasar baru," ujarnya.
Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend belum bisa memastikan apakah parlemen jadi melarang impor CPO dari Indonesia mulai 2021 mendatang.

"(Impor bisa dilanjutkan) selama itu ramah lingkungan," ujarnya sambil tertawa.


Adapun, fokus permasalahan dalam resolutsi Oil and Deforestation of Rainforests itu antara lain industri sawit penyebab deforestasi, kebakaran hutan dan tidak berkelanjutan (sustainable), serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) atau gesekan antara petani lokal dengan pengusaha. (lav/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER