Jakarta, CNN Indonesia --
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 325 ribu wajib pajak (WP) badan telah menyampaikan
SPT Tahunan 2017 pajak penghasilan WP badan per 18 April 2018. Angka itu baru 22,1 persen dari keseluruhan 1,47 juta WP Badan yang wajib menyampaikan laporan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengatakan jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan PPh wajib pajak badan 2017 adalah 30 April 2018 atau empat bulan setelah akhir tahun pajak.
"Sama seperti PPh orang pribadi, kami tidak melakukan perpanjangan batas waktu jatuh temponya," kata dia seperti dikutip dari Antara, Kamis (19/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hestu menyatakan sampai akhir April 2017 tercatat sebanyak 580 ribu dan secara total pada akhir tahun lalu mencapai 770 ribu wajib pajak badan yang memasukkan SPT.
"Untuk tahun ini kami dorong lebih baik dari tahun lalu," kata dia.
Apabila SPT tidak disampaikan hingga batas waktu, maka wajib pajak badan dikenai sanksi administrasi berupa denda Rp1 juta. Hal itu tercantum dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP).
Bila pajaknya tidak dibayar, WP Badan akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar dua persen per bulan. Angka itu dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai tanggal pembayaran.
Hestu menjelaskan saluran penyampaian SPT Tahunan 2017 Badan dapat dilakukan langsung melalui kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak badan terdaftar, melalui pos dan jasa kurir, atau melalui e-SPT.
Dalam penyampaian SPT Tahunan 2017 Badan, wajib melampirkan laporan keuangan yang sudah diaudit atau perhitungan peredaran bruto dan pembayaran PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Khusus perusahaan nirlaba, wajib melampirkan laporan dan surat pernyataan sisa lebih anggaran.
PMK 15 Beri Kepastian HukumDalam kesempatan yang sama, Ditjen Pajak menjelaskan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain untuk Menghitung Peredaran Bruto dibuat untuk memberikan kepastian hukum bagi pemeriksa dan wajib pajak.
Hestu menjelaskan PMK diterbitkan untuk memberi kepastian dan keadilan bahwa pemeriksa menggunakan metode yang dipertanggungjawabkan.
PMK Nomor 15/PMK.03/2018 memuat mengenai delapan metode untuk menghitung peredaran bruto wajib pajak yang tidak menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan.
Delapan metode penghitungan peredaran bruto yang termuat dalam PMK 15 yaitu transaksi tunai dan nontunai, sumber dan penggunaan dana, satuan dan atau volume, penghitungan biaya hidup.
Kemudian, pertambahan kekayaan bersih, berdasarkan surat pemberitahuan atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, proyeksi nilai ekonomi, dan atau penghitungan rasio.
"Dalam wajib pajak patuh, serta pembukuan dan pencatatan ada, tidak akan diterapkan metode ini," kata Hestu.
Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah menjelaskan penerapan metode penghitungan dalam PMK 15 digunakan hanya saat pemeriksaan, dan tidak bisa digunakan sebagai imbauan kepada wajib pajak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan metode penghitungan peredaran bruto dengan cara lain akan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(lav/antara)