Jakarta, CNN Indonesia -- Industri
perbankan diperkirakan menjadi pihak yang paling diuntungkan dari rencana pembatasan
transaksi uang tunai di dalam negeri maksimal sebesar Rp100 juta. Rencana aturan itu tengah dibahas oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
PT Bank Mayapada International Tbk menilai aturan tersebut akan membuat transaksi perbankan dengan nilai di atas Rp100 juta otomatis meningkat. Hal ini memberikan potensi pada meningkatnya pendapatan nonbunga
(fee based income). Pasalnya, bank dapat mengenakan biaya administrasi layanan pada proses transfer tersebut.
"Volume transaksi perbankan akan meningkat dan otomatis diharapkan perbankan dapat meningkatkan fee based income-nya," ucap Direktur Utama Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (19/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu, ia belum bisa memproyeksi seberapa besar peningkatan volume transaksi untuk nominal transfer di atas Rp100 juta dan seberapa besar potensi pertumbuhan
fee based income yang bisa didapat.
"Soal besarannya berapa, akan sangat berbeda dari satu bank dengan bank lain, tapi yang paling menikmati keuntungan dari aturan tersebut adalah bank-bank yang punya jaringan luas," katanya.
Transaksi uang tunai di atas Rp100 juta hingga kini masih banyak dilakukan oleh masyarakat, terutama yang berada di luar kota besar. Oleh karena itu, bank yang memiliki jaringan paling luas lah yang diperkirakan paling diuntungkan aturan tersebut.
Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk atau
BCA Jahja Setiatmadja melihat aturan itu akan membuat biaya pengelolaan dana tunai oleh bank menurun. Selama ini, pengelolaan dana tunai dilakukan bank dengan menjamin pasokan uang tunai di tiap-tiap kantor cabang mencukupi. Dengan aturan tersebut, masyarakat tak perlu menarik dananya di bank sehingga bank pun tak perlu menempatkan uang tunai terlalu banyak.
"Intinya, kalau itu diterapkan bisa mengurangi biaya pengelolaan uang tunai dan mengurangi peredaran uang yang sulit dipertanggungjawabkan. Kalau dampak lain, belum bisa diprediksi," kata Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja.
Sementara, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN menilai bahwa dampak dari aturan itu bisa meningkatkan likuiditas perbankan,
"Tapi seberapa besar kontribusinya, kami tidak tahu karena data transaksi tunai yang akurat kami tidak punya," tutur Direktur Keuangan BTN Imam Nugroho Soeko.
Kendati memberikan manfaat kepada bank, namun Imam melihat, ada pekerjaan rumah baru bagi bank. Pasalnya, dengan perpindahan transaksi tersebut, tentu layanan bank harus ditingkatkan, baik dari jangkauan hingga waktu operasional.
Dari sisi jangkauan, bank setidaknya perlu menambahkan kantor cabang untuk memastikan bahwa layanan transaksi nontunai bisa didapatkan nasabah. Lalu, dari sisi waktu operasional juga perlu diatur kembali agar tidak terlalu banyak hari libur bagi pegawai bank untuk memastikan bahwa layanan kepada nasabah tak terputus.
"Yang harus dihindari adalah kebiasaaan cuti bersama yang berkepanjangan. Seperti di negara maju, seperti Inggris, Hong Kong, dan Singapura, libur bank dalam seminggu biasanya tidak lebih dari satu hari agar layanan bank bagi masyarakat tidak terganggu," katanya.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengaku aturan ini memang akan menguntungkan bank karena volume transaksi nontunai bakal menanjak. Namun, Dody mengaku belum bisa memperkirakan besaran dampaknya.
"Mungkin ini lebih ke efisiensi dari sisi transaksi dari tunai ke nontunai itu, juga untuk mengurangi pengelolaan dana tunai bank," ujarnya.
Di samping itu, aturan ini memberikan keuntungan bagi masyarakat karena tingkat keamanan transaksi nontunai lebih baik.
Transaksi Terhambat
Ekonom dari Samuel Aset Manajemen (SAM) Lana Soeliatianingsih juga melihat bahwa pembatasan transaksi tunai dengan batas hingga Rp100 juta akan menguntungkan bank dari sisi pendapatan komisi. Namun, ada masalah lain yang menanti, yakni terbatasnya transfer bank melalui ATM dan online banking.
"Itu tentu memberikan tambahan pemasukan bagi bank dari fee based income. Tapi yang perlu diingat apakah bank bisa memberikan layanan tersebut? Karena saat ini kebanyakan bank membatasi transfer nasabah di kisaran Rp20 juta melalui ATM," ujar Lana.
Dengan pembatasan transfer dari bank itu, maka transaksi nontunai dengan besaran nominal hingga Rp100 juta hanya dimungkinkan melalui kantor cabang bank. Persoalan lain, sambung Lana, masyarakat rasanya sudah tidak punya waktu untuk melakukan transfer melalui teller kantor cabang bank.
"Rasanya sekarang masyarakat sudah malas transaksi ke kantor bank, seharusnya sudah lewat ATM dan aplikasi mobile banking. Tapi itu tadi, justru batasnya lebih kecil hanya Rp20 jutaan per hari," terangnya.
Berdasarkan pertimbangan ini, ia menilai, kebijakan pembatasan transaksi tunai di atas Rp100 juta justru akan menghambat transaksi masyarakat, khususnya kalangan pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Sebab, kalangan pengusaha ini cenderung masih besar memanfaatkan transaksi tunai.
Bila hal itu terjadi, tentu akan memberikan dampak pada perputaran uang di masyarakat untuk kegiatan usaha. Sedangkan bagi kalangan masyarakat biasa, yang melakukan transaksi tunai hingga Rp100 juta untuk kegiatan konsumsi tak begitu besar.
"Mungkin mereka beberapa akan memilih untuk menahan untuk beberapa waktu, baru melakukan transaksi tersebut di kemudian hari. Tapi kalau untuk pengusaha UMKM, itu pasti kebutuhan mendesak setiap harinya, ini mengganggu," imbuhnya.
Kendati begitu, secara keseluruhan, Lana belum melihat bahwa aturan ini ke depannya tak akan menggganggu daya beli masyarakat. Pasalnya, kebutuhan transaksi hingga di atas Rp100 juta tak banyak dibutuhkan masyarakat sehari-hari. Namun, dampaknya pada kegiatan usaha perlu dilihat lebih matang lagi aturan ini.
Berbeda, Ekonom dari Center of Reform on Economy (CORE) Pieter Abdullah Redjalam menilai aturan ini tak berdampak signifikan kepada bank. Pasalnya, pendapatan komisi dari transaksi belum sebanding dengan pendapatan bunga dari penyaluran kredit.
Menurut Pieter, tujuan awal aturan ini dibuat hanya untuk mempermudah PPATK dalam mengawasi seluruh transaksi keuangan di Indonesia sehingga tak ada celah oknum tak bertanggung jawab melakukan tindakan korupsi, pencucian uang, hingga pendanaan teroris.
"Karena tujuan utama hanya agar uang itu bisa dilacak saja," ujarnya.
Kendati demikian, menurut Piter, aturan ini akan menguntungkan BI. Pasalnya, BI tak perlu banyak mencetak uang untuk diedarkan kepada masyarakat. Dengan begitu, biaya untuk pencetakan uang bisa berkurang. "Meski ini juga belum diketahui seberapa besar pengurangannya," pungkasnya.
(agi/bir)