Jakarta, CNN Indonesia -- Setelah diminta langsung oleh Presiden
Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat di Istana Negara beberapa waktu lalu, satu per satu perbankan di dalam negeri mulai meluncurkan fasilitas kredit pendidikan. Kredit ini bertujuan agar masyarakat memiliki akses keuangan yang mudah dan mencukupi untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN misalnya. Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini resmi meluncurkan fasilitas kredit pendidikan dengan plafon mencapai Rp200 juta per calon mahasiswa.
"Tapi kami tidak memberikan semua calon mahasiswa, kredit dengan plafon Rp200 juta, karena itu semua tergantung pada kondisi keuangan (cashflow) mereka," ujar Direktur Utama BTN Maryono di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Jakarta pada Selasa (10/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih rinci, Maryono menjelaskan, fasilitas kredit tersebut diberikan dengan bunga tetap (flat) sebesar 6,5 persen untuk jangka waktu (tenor) pinjaman mencapai lima tahun. Namun, untuk sementara kredit pendidikan ini diprioritaskan bagi nasabah tetap BTN.
Nasabah tetap ini merupakan nasabah yang telah memanfaatkan fasilitas layanan perbankan di bank yang terkenal spesialis Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Misalnya, nasabah merupakan debitur KPR subsidi maupun nonsubsidi hingga debitur Kredit Pemilikan Apartemen (KPA).
Namun, ke depannya, ia mengaku BTN akan mengkaji pemberian kredit pendidikan kepada masyarakat yang belum pernah menjadi debitur BTN.
Selain itu, kredit pendidikan ini juga dapat dirasakan oleh nasabah yang berpenghasilan tetap maupun tidak tetap, misalnya para pekerja di sektor informal, seperti pedagang.
Bahkan, yang menarik, kredit pendidikan ini juga bisa digunakan oleh calon mahasiswa mulai dari tingkat pendidikan sarjana (S1) hingga pasca sarjana (S2) dan doktor (S3). Nah, untuk calon mahasiswa S1, biasanya merupakan nasabah yang belum berpenghasilan, namun dipastikan tetap bisa mengambil kredit pendidikan ini.
"Karena mahasiswa kategorinya juga bisa punya pendapatan, yaitu yang berasal dari orang tuanya, kan tidak mesti dia yang kerja," tuturnya yang juga Ketua Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara).
Kredit yang diberikan tersebut, dapat digunakan debitur untuk melunasi biaya masuk perguruan tinggi, biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), daftar ulang, hingga kebutuhan penunjang pendidikan lain. Hal ini sepanjang sesuai dengan jumlah plafon kredit yang diambil.
"Kredit ini langsung diberikan ketika dia menyetujui pengambilan kredit. Sedangkan cicilannya mulai dibayarkan sejak tanda tangan akad kredit. Nanti langsung dicicil biaya pokok dan bunganya," jelasnya.
Kendati begitu, untuk sementara ini, kredit pendidikan BTN baru dirancang untuk kerja sama pendidikan di perguruan tinggi negeri (PTN), yaitu sebanyak 23 PTN. Menurutnya, kerja sama ini memang masih terbatas di PTN agar bank pelat merah itu mudah untuk mengontrol pemberian fasilitas kredit tersebut.
Namun, bila program ini berjalan lancar, bukan tidak mungkin kredit pendidikan juga dapat digunakan untuk membiayai pendidikan di perguruan tinggi swasta.
Siapkan Rp500 miliar
Menurut Maryono, untuk penyaluran perdana kredit pendidikan, perseroan akan mengalokasikan sekitar Rp500 miliar atau sekitar 5-6 persen dari target alokasi penyaluran Kredit Tanpa Agunan (KTA) BTN.
Namun, bila dibandingkan dengan target penyaluran kredit perseroan tahun ini yang mencapai Rp246,74 triliun, maka alokasi kredit pendidikan tahun ini hanya sekitar 0,2 persen. Kendati masih terbilang kecil, menurut Maryono, bukan tidak mungkin nantinya alokasi kredit untuk pendidikan bisa diperbesar oleh perseroan.
Sementara untuk target debitur yang memanfaatkan fasilitas kredit pendidikan ini, Maryono belum berani mematok angka tertentu. "Karena kami baru lakukan penjajakan dulu, tapi potensinya besar," imbuhnya.
Maryono pun optimis fasilitas kredit ini tak akan menimbulkan kredit macet. Pasalnya, pihaknya telah memetakan beberapa langkah untuk memitigasi risiko yang mungkin muncul, misalnya saat debitur tak bisa membayar cicilan kredit bahkan setelah lulus kuliah.
Pertama, menahan ijazah mahasiswa setelah lulus. Ia bilang, untuk itulah BTN bekerja sama dengan PTN agar proses penahanan ijazah ini bisa mudah dikoordinasikan. "Bila nanti terjadi masalah, setelah lulus, ijazahnya bisa kami tahan. Tapi kami lihat dulu, kalau ada itikad baik, bisa juga kami restrukturisasi," terangnya.
Kedua, mengantisipasi dengan cara menerapkan aturan bahwa kredit ini untuk nasabah yang telah menjadi debitur KPR di BTN. Dengan begitu, bank telah mengetahui profil risiko dari nasabahnya.
Selain itu, properti baik rumah maupun apartemen yang telah diambil debitur melalui BTN nantinya dapat dijadikan jaminan tak langsung untuk debitur melunasi cicilan kredit pendidikan yang tak bisa dilunasinya.
"Kalau dia debitur, dia punya agunan, KPR di kami, nilainya meningkat teruskan," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta pemimpin perbankan di tanah air untuk membuat skema pinjaman kepada pelajar guna mendanai pendidikannya (student loan). Jenis kredit seperti itu telah diterapkan di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat.
Melalui kredit pelajar, pelajar di sejumlah negara dapat membiayai pendidikannya dari pinjaman perbankan. Pinjaman perbankan tersebut baru dibayarkan setelah pelajar tersebut menyelesaikan pendidikannya.
(agi)