Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) menilai pembatasan
transaksi uang tunai atau kartal sebesar Rp100 juta akan mencegah pencucian uang dan pendanaan bagi teroris. BI sendiri menjadi salah satu pihak yang ikut membuat Rancangan Undang-Undang (UU) tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
"BI memahami bahwa kami harus meningkatkan akuntabilitas dengan adanya pembatasan itu," ujar Gubernur BI, Agus Martowardojo, Rabu (18/4).
Saat ini, pembuatan UU tersebut masih dalam proses diskusi bersama pemangku kepentingan (
stakeholders). Menurutnya, usulan beleid mengenai pembatasan transaksi uang tunai akan menjaga tata kelola dan penegakan hukum lebih baik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di BI dari sistem pembayaran, kami melihat bahwa untuk jumlah tertentu itu tentu tidak apa-apa dengan tunai tapi akan lebih efisien jika dilakukan dengan nontunai," terang Agus.
Agus sendiri enggan berkomentar apakah jumlah batasan transaksi tunai tersebut terlalu tinggi atau tidak. Ia masih akan melihat perkembangan diskusi dengan beberapa stakeholders lainnya, seperti
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Saya dapat memahami kalau ada pembatasan," imbuh Agus.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Tim Penyusunan RUU Pembatasan Uang Kartal Yunus Hussein mengatakan akan memberikan sanksi kepada pihak yang melakukan transaksi tunai lebih dari Rp100 juta.
Sanksi yang diberikan nantinya akan berbeda-beda tergantung dari jenis transaksinya. Namun, PPATK belum dapat menentukan sanksi apa yang akan diberlakukan.
Selain itu, PPATK juga akan mengawasi transaksi tunai di daerah dan menimbang apakah rencana pemberian sanksi terhadap transaksi tunai lebih dari Rp100 juta ini bisa dilakukan di daerah karena akses perbankan yang belum sepenuhnya terjangkau sampai ke pelosok.
(agi)