Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah toko (
merchant) masih 'bandel' membebankan
biaya tambahan (surcharge) atas transaksi di mesin EDC ke nasabah sebesar satu persen untuk transaksi sesama bank
(on us) dan tiga persen untuk transaksi antar bank
(off us). Padahal seharusnya biaya transaksi itu ditanggung oleh pihak merchant atau dikenal dengan
Merchant Discount Rate (MDR).Selain itu, seharusnya biaya MDR juga tak sampai 1-3 persen. Pasalnya, Bank Indonesia (BI) telah meluncurkan sistem
Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), sehingga biaya MDR telah turun menjadi 0,15 persen untuk on us dan satu persen untuk off us. Kendati demikian, biaya tersebut tetap tidak boleh dikenakan ke konsumen.
Berdasarkan penelusuran
CNNIndonesia.com, sebuah toko perawatan kuku di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, masih mengenakan biaya transaksi off us sebesar tiga persen kepada konsumen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penjaga toko beralasan bahwa pengenaan biaya tersebut merupakan hal yang lumrah lantaran telah berlaku sejak dulu. Ia mengaku tak mengetahui adanya sistem GPN yang membuat biaya transaksi dari kartu debit/ATM bank A di mesin EDC bank B sudah turun menjadi satu persen saja.
"Ini memang dikenakan
charge (biaya tambahan) karena beda mesin," kata penjaga toko yang enggan disebutkan namanya, pekan lalu.
Hal ini juga ditemukan
CNNIndonesia.com di pusat penjualan dan servis barang elektronik di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Pihak toko mengenakan biaya tambahan kepada konsumen sebesar satu persen untuk transaksi sesama bank.
Menurut penjaga toko, pengenaan biaya tambahan tersebut juga merujuk pada ketentuan toko dengan bank yang sudah disepakati sejak dulu dan tidak ada perubahan.
Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiatmadja mengatakan, tindakan pengenaan biaya tambahan oleh merchant kepada konsumen tidak dibenarkan di era GPN saat ini. Hal ini karena biaya tersebut seharusnya ditanggung oleh merchant, bukan konsumen.
Selain itu, biaya yang ditanggung merchant juga telah diturunkan oleh BI. Hal tersebut pun, menurut Jahja, telah dikomunikasikan bank ke merchant.
"MDR tidak boleh dibebankan ke nasabah. Bila ini terjadi, konsumen bisa membuat laporan yang jelas, lengkap dengan tanggal transaksi dan nama toko agar nanti kami cek dan tegur," ujar Jahja kepada
CNNIndonesia.com, dikutip Jumat (11/5).
Direktur BCA Santoso menambahkan, pengenaan biaya tambahan oleh merchant kepada konsumen berapa persen pun memang tidak dibenarkan, bahkan untuk kartu debit/ATM nasabah yang belum berlogo GPN atau masih berlogo Visa dan Mastercard.
"Untuk kartu debit, baik GPN, Visa, dan Mastercard sudah mengikuti kebijakan BI, di mana
on us 0,15 persen dan
off us satu persen. Ketentuannya harus ikut kebijakan baru sepanjang merupakan produk kartu debit," terangnya.
Dengan begitu, meski kartu debit/ATM nasabah masih berlogo Visa dan Mastercard, transaksinya tetap tercatat di sistem GPN dan tidak lagi menerapkan ketentuan biaya MDR yang lama sebesar 1-3 persen.
Hanya saja, menurutnya, biaya MDR masih tinggi untuk transaksi kartu kredit. Pasalnya, switching transaksi kartu kredit belum diatur dalam GPN. Adapun Santoso bilang, biaya MDR untuk kartu kredit bervariasi, antara 1,8-2,5 persen.
Menurutnya, bila
merchant tetap 'bandel' mengenakan biaya MDR kepada konsumen, maka bank akan menindak tegas. Tindakan yang akan diambil mulai dari menegur hingga menarik mesin EDC bank dari toko sesuai dengan arahan BI.
"Tapi pelaksanaan GPN ini belum merata, sehingga kami kombinasikan dengan edukasi dan penegakan aturan berupa penarikan mesin," katanya.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Wijanarko menegaskan transaksi kartu debit/ATM dari bank-bank besar seharusnya sudah mengikuti aturan bank sentral nasional. Sebab, hampir semua bank-bank besar sudah berkomitmen dan melakukan pencetakan kartu berlogo Garuda untuk sistem GPN ini.
"Kalau masih ada yang kenakan,
merchant-nya harus ditegur, salah itu. Nanti laporkan juga ke BI," pungkasnya.
(agi)