Jakarta, CNN Indonesia -- Potensi kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM) jenis
Pertalite karena pelemahan
rupiah, tak membuat konsumen buru-buru berpaling ke BBM berkualitas lebih rendah.
Bahkan, sebagian masyarakat yang menggunakan Pertalite mengaku mendukung rencana PT Pertamina (Persero) tersebut.
Hussain Abu Rahman (54 tahun), misalnya, karyawan swasta yang sehari-hari mengendarai mobil pribadi untuk keperluan operasionalnya. Ia bilang menggunakan Pertalite sejak BBM beroktan 90 tersebut hadir dan tidak keberatan apabila harganya naik.
"Kalau harga Pertalite dinaikkan, saya tetap menggunakan Pertalite," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (17/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hussain menegaskan tidak berniat untuk beralih ke Premium. Alasannya, mendukung pemerintah yang ingin mengurangi konsumsi Premium. Kedua, Premium merupakan jenis BBM bersubsidi yang tidak pantas dikonsumsi oleh masyarakat mampu.
"Memang, ini kemajuan. Saya melihat Premium suatu saat akan ditinggal, seperti minyak tanah yang perlahan dan dengan sendirinya ditinggalkan masyarakat," imbuh dia.
Lagipula, Hussain mengungkapkan alasan lainnya, konsekuensi memiliki kendaraan pribadi harus siap menerima kenaikan harga bahan bakar.
Konsumen lain, Chandra Lukita (54 tahun), sependapat dengan Hussain. Toh, menurut pria yang bekerja sebagai dosen perguruan tinggi tersebut, selisih harga lama dengan kenaikannya tidak akan terpaut jauh.
"Saya tidak akan beralih ke Premium, meski harga Pertalite naik. Kita harus mendukung kebijakan pemerintah," imbuh dia.
Penjualan BBM yang memiliki kadar oktan 90 ke atas atau Euro 4 diharap meningkat. Hal tersebut sejalan dengan imbauan pemerintah mulai Juli 2018 atau jelang perhelatan Asian Games 2018.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengurangi jumlah persediaan premium dan berharap masyarakat bergeser menggunakan Pertalite atau produk bahan bakar lain dengan kadar oktan 90 ke atas.
Silang pendapat disampaikan Mustofa (51 tahun) yang mengaku keberatan jika pemerintah menaikkan harga Pertalite dan Pertamax. Keputusannya menggunakan Pertalite pun dikarenakan sulitnya memperoleh Premium di Jakarta.
"Saya juga menggunakan Pertalite kan karena sekarang sulit mendapatkan premium," katanya.
Mustofa memiliki usaha di Jakarta, namun terkadang ia bekerja selingan sebagai supir kendaraan online. Ia mengaku, sejak berpindah menggunakan Pertalite, sulit memperoleh keuntungan. Pasalnya biaya bahan bakar yang dikeluarkan hampir menyamainya pendapatannya dalam sehari.
Terlebih saat Lebaran nanti keluarganya akan mudik ke Temanggung, Jawa Tengah, menggunakan mobil pribadi, biaya yang dikeluarkan untuk persediaan BBM cukup besar.
"Tetapi ya, seandainya pemerintah menaikkan harga BBM, saya tetap pakai Pertalite," jelasnya.
Keputusan tersebut diambilnya lantaran kondisi Premium yang langka. Berbeda jika pemerintah menambah pasokan Premium, ia akan beralih kembali ke bahan bakar oktan 88 tersebut.
(bir)