Jakarta, CNN Indonesia -- PT Pertamina (Persero) menyatakan belum berencana mengerek harga jual bahan bakar minyak nonsubsidi dalam waktu dekat kendati menghadapi pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Kalau harga, kewenangannya ada di Kementerian ESDM. (Harga) BBM non subsidi sama, aturannya harus melapor ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kami belum (mengajukan kenaikan harga BBM non subsidi)," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Nicke Widyawati di Kementerian ESDM, Jumat malam (5/11).
Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2018, tentang Perubahan Keempat atas Permen ESDM Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, penentuan harga BBM nonsubsidi memang harus mendapatkan persetujuan Kementerian ESDM.
Saat ini, Pertamina memiliki beberapa jenis BBM non subsidi diantaranya Premium, Pertalite, Pertamax, Pertamax Turbo, dan Pertamax Racing. Sejak awal tahun, perseroan telah beberapa kali melakukan penyesuaian harga BBM non subsidi. Salah satunya Pertalite yang sejak awal tahun telah dikerek dua kali sebesar Rp300 rupiah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagian minyak mentah Pertamina masih harus diimpor mengingat produksi dalam negeri tak mencukupi kebutuhan bahan bakar domestik. Sebagai gambaran, produksi minyak domestik hanya berkisar 800 ribu barel per hari sementara konsumsinya mencapai dua kali lipatnya.
Guna menyiasati volatilitas rupiah, Nicke mengungkapkan perseroan telah melakukan lindung nilai (hedging) untuk transaksi impor setiap tahunnya. Namun, Nicke tak menyebutkan berapa nilainya tahun ini.
"Angkanya belum pasti. Kami harus hitung," ujarnya.
Ke depan, Nicke berharap regulator dapat menstabilkan nilai tukar rupiah kembali. Dengan demikian, perusahaan dapat terhindar dari risiko membengkaknya beban operasional dari pelemahan nilai tukar.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), kurs mata uang Garuda hari ini masih berada di kisaran Rp14.048 per dolar AS.
(lav/lav)