Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau
Inalum, Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa proses
divestasi saham
PT Freeport Indonesia rumit. Proses tersebut merupakan yang tersulit selama 25 tahun karirnya sebagai bankir.
Menurutnya transaksi divestasi saham Freeport memiliki karakteristik unik. Jika biasanya transaksi divestasi terjadi terlebih dahulu baru kemudian komitmen pendanaan dicari, dalam kasus Freeport, proses tersebut dibalik.
Komitmen pendanaan sudah ada, tapi waktu transaksinya yang masih belum terjadi. "Jadi transaksinya rumit. Kalau gampang sejak 50 tahun lalu sudah terjadi," kata Budi, Senin (4/6) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati rumit, Budi menyatakan proses negosiasi kedua belah pihak mulai mengalami banyak kemajuan. Kemajuan terutama dicapai dalam perhitungan nilai divestasi dengan mengakuisisi 40 persen hak partisipasi Rio Tinto di Tambang Grasberg, Papua.
"Pencapaian dalam beberapa minggu terakhir cukup signifikan. Jadi, mohon doa restunya," katanya.
Namun, Budi enggan merinci pencapaian yang telah dicapai selama proses negoisasi termasuk besaran nilai divestasi. Dia beralasan, terikat perjanjian kerahasiaan, non disclosure agreement (NDA).
"Saya menandatangani non disclosure aggrement. Kalau saya ngomong, saya masuk penjara. Namun, batu loncatan signifikan sudah terlampaui sekitar dua minggu yang lalu," katanya.
Budi hanya mengatakan proses divestasi saham Freeport ke tangan Indonesia penting segera dilakukan. Pasalnya, kekayaan tambang yang dikelola Freeport saat ini sangat besar.
Disebutkan Budi, Freeport menyimpan cadangan emas mencapai 1.187 ton dan cadangan tembaga 19,4 juta ton.
(agt)