BI Bersiap Hadapi Kenaikan Bunga Acuan The Fed

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Jumat, 08 Jun 2018 18:15 WIB
Bank Indonesia (BI) mengaku siap menghadapi dampak kenaikan suku bunga acuan The Fed. Bahkan, BI menyebut akan bersikap pre-emtive.
Bank Indonesia (BI) mengaku siap menghadapi dampak kenaikan suku bunga acuan The Fed. Bahkan, BI menyebut akan bersikap pre-emtive. (REUTERS/Willy Kurniawan).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mengaku siap menghadapi dampak kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve, yang diumumkan usai rapat dewan gubernur (The Federal Open Market Committe/FOMC) yang digelar 14 Juni mendatang.

Gubernur BI Perry Warjiyo menerangkan bahwa tingkat keyakinan bank sentral nasional bahwa The Fed akan mengerek bunga acuannya mencapai 80 persen. Dengan demikian, sejumlah mitigasi dari dampak itu sudah disiapkan.

Hanya saja, ia masih enggan mengeluarkan pernyataan tegas bahwa nantinya keputusan The Fed akan diikuti BI untuk juga mengerek bunga acuannya (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR), setelah dua kali menaikkan bunga acuan pada Mei lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Namun, lagi-lagi Perry menegaskan bahwa BI tak akan ragu mengambil sikap yang lebih cepat sebagai respons terhadap kebijakan The Fed. "Itulah makanya kami pre-emtive. Kalau ada sesuatu yang terjadi dan perlu tindakan segera, tentu kami akan lakukan," ucapnya, Jumat (8/6).

Bahkan, menurutnya, sinyal kenaikan suku bunga acuan The Fed yang bertambah menjadi empat kali, juga sudah dimitigasi oleh BI.

"Untuk September pun, meski probabilitasnya masih rendah, sekitar 66 persen, kami sudah pertimbangkan dengan pengambilan kebijakan yang pre-emtive," katanya.


Di sisi lain, dampak dari gejolak politik luar negeri yang akhir-akhir ini berhasil menggoyangkan nilai tukar rupiah, juga sudah masuk hitungan BI.

"Kami pantau apakah ini dampaknya temporer atau tidak. Jadi jangan dikira saat libur nanti kami libur dan tidur nyenyak. Tapi, kami pantau kondisi pasar domestik dan luar negeri," imbuh dia.

Sebelumnya, Ariston Tjendra, Kepala Riset dan Analis Monex Investindo melihat rencana kenaikan bunga acuan The Fed pada 14 Juni mendatang akan melemahkan rupiah.


Belum lagi, pada pekan yang sama, ada tekanan lain pada rupiah, yaitu dari pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Pimpinan Tinggi Korea Utara Kim Jong-un di Singapura pada 12 Juni 2018.

Namun, menurutnya, masih ada peluang bagi rupiah untuk tidak jatuh terlalu dalam. Hal ini karena Lebaran 2018 jatuh pada tanggal 15-16 Juni mendatang. "Mungkin bisa sedikit dampaknya karena pasar libur," pungkasnya. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER