Kenaikan Bunga Acuan Diklaim Tak Hantam Pertumbuhan Ekonomi

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Selasa, 05 Jun 2018 08:42 WIB
Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia diyakini tidak akan menghambat pertumbuhan konsumsi karena rentang waktu kenaikan bunga tidak terjadi segera.
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah).
Jakarta, CNN Indonesia -- Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebanyak 50 basis poin dalam sebulan lalu diharapkan tidak akan menghambat pertumbuhan konsumsi, terutama menjelang Lebaran 2018. Sebab, rentang waktu antara kenaikan suku bunga dan dampaknya ke konsumsi tidak akan terjadi dalam waktu singkat.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan kenaikan suku bunga acuan mempengaruhi konsumsi melalui transmisi bunga kredit konsumsi. Namun, biasanya perbankan tidak langsung bereaksi. Biasanya, bunga kredit konsumsi baru terpapar dalam jangka waktu satu hingga tiga bulan mendatang.

Dengan demikian, artinya konsumsi sudah bisa terpengaruh kenaikan suku bunga acuan pada kuartal III mendatang. "Lagipula, kenaikan suku bunga acuan ke bunga kredit prediksinya satu hingga tiga bulan sejak akhir Mei. Kemungkinan akan sangat berpengaruh setelah lebaran," kata Bhima kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/6).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Secara historis, ia melanjutkan segmen kredit konsumsi memang akan terkena dampak paling pertama karena perbankan akan menaikkan bunga kredit yang punya profil risiko yang paling besar terlebih dulu.

Meski memang, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit bermasalah (Nonperforming Loan/NPL) per Maret 2018 berada di angka 1,68 persen atau lebih tinggi ketimbang NPL keseluruhan yang mencapai 2,75 persen.

Tentu saja, hal ini sudah bisa diekspektasikan masyarakat sehingga masyarakat sudah mengantisipasinya pada kuartal II ini. Sebagai contoh, ada kemungkinan masyarakat jadi tidak senang melakukan konsumsi setelah dapat Tunjangan Hari Raya (THR) dan lebih memilih menabung untuk bayar bunga cicilan utang.

"Kredit konsumsi termasuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) apalagi, yang bunganya floating (mengambang) akan sangat terasa. Pembayaran bunga cicilan yang makin mahal membuat disposable income (pendapatan) masyarakat menurun," terang dia.

Meski demikian, pertumbuhan konsumsi pada kuartal II ini bukan berarti tak akan menemui hambatan. Menurutnya, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, kenaikan harga energi, hingga ancaman terorisme bisa bikin masyarakat enggan konsumsi banyak-banyak di kuartal ini.


Meski begitu, ia tetap memprediksi pertumbuhan konsumsi bisa mencapai 5 persen hingga 5,15 persen pada kuartal kedua ini atau lebih baik dari capaian kuartal sebelumnya 4,95 persen.

"Konsumsi masih bisa tumbuh 5 persen hingga 5,15 persen, tapi memang di kuartal II ini banyak faktor yang membuat masyarakat mengurangi konsumsi," imbuh dia.
Rabu pekan lalu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 25 basis poin, sehingga BI 7DRRR tercatat 4,75 persen. Ini merupakan kenaikan suku bunga kedua dalam satu bulan terakhir.

Selain itu, Rapat Dewan Gubernur (RDG) di bawah komando Perry Warjiyo juga menaikkan suku bunga deposit facility rate sebesar 25 basis poin jadi 4 persen dan suku bunga lending facility rate sebesar 25 basis poin sebesar 5,5 persen. (bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER