Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar
rupiah ditutup pada posisi Rp14.101 per dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir perdagangan hari ini, Rabu (20/6).
Posisi itu melemah 169 poin atau 1,21 persen dari posisi sebelum libur Lebaran dimulai pada Jumat (8/6) di Rp13.932 per dolar AS. Sedangkan pada pembukaan tadi pagi, rupiah berada di level Rp14.108 per dolar AS.
Ibrahim, Analis sekaligus Direktur Utama PT Garuda Berjangka mengatakan pelemahan rupiah utamanya tertekan oleh kisruh
perang dagang antara AS dengan China. Efek dari perang dagang semakin besar karena beberapa bank sentral di dunia juga telah menyertakan persoalan ini sebagai sentimen yang akan menekan pertumbuhan ekonomi global dan masing-masing negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perang dagang ini sudah mengindikasikan potensi krisis global ke depan bila terus berlarut-larut," ucapnya kepada
CNNIndonesia.com.Ia bahkan melihat tekanan perang dagang terhadap rupiah bisa semakin besar pada pekan depan dan awal Juli. Sebab, Presiden AS Donald Trump akan memberlakukan pengenaan tarif bea masuk terhadap impor China mulai pekan depan.
Kemudian pada awal Juli, tarif balasan dari Negeri Tirai Bambu kepada Negeri Paman Sam mulai diberlakukan.
Pergerakan rupiah hari ini, menurut dia, juga sedikit banyak masih terpengaruh oleh keputusan bank sentral AS, The Federal Reserve yang mengerek bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2,0 persen.
Secara keseluruhan, Ibrahim melihat bahwa pergerakan rupiah sampai akhir pekan ini masih akan terpuruk di kisaran Rp14.000-14.200 per dolar AS. Pasalnya, sentimen positif yang dapat menggerakkan rupiah baru terjadi pada pekan depan.
Sesuai jadwal, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data neraca perdagangan pada 25 Juni. Kemudian, pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 27-28 Juni dan rilis inflasi oleh BPS pada 2 Juli 2018.
Kendati pekan ini rupiah terpaksa menikmati depresiasi, ia melihat BI belum perlu turun tangan dengan melakukan intervensi melalui cadangan devisa (cadev).
"Cukup dengan memberikan pernyataan yang menyejukkan pasar saja, setelah itu menguatkan dengan langsung menaikkan bunga acuan," pungkasnya.
Sementara di kawasan Asia, mayoritas mata uang melemah. Mulai dari peso Filipina melemah 0,26 persen, baht Thailand minus 0,21 persen, dolar Singapura minus 0,12 persen, yen Jepang minus 0,05 persen, dan ringgit Malaysia minus 0,55 persen.
Dolar Hong Kong justru menguat 0,04 persen. Diikuti renmimbi China 0,18 persen, rupee India 0,33 persen, dan won Korea Selatan 0,36 persen.
Sedangkan di negara maju, hanya dolar Australia dan rubel Rusia yang menguat dari dolar AS, masing-masing 0,09 persen dan 0,48 persen.
Euro Eropa, poundsterling Inggris, dan dolar Kanada justru melemah masing-masing minus 0,23 persen, minus 0,11 persen, dan minus 0,05 persen.
(agi/bir)