Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) menurunkan batas pencadangan kas di bank umum dan syariah yang disimpan di BI atau
Giro Wajib Minimum (GWM). Kebijakan ini akan berlaku dan diterapkan mulai 16 Juli 2018 untuk bank umum dan pada 1 Oktober 2018 di bank syariah.
Perry Warjiyo, Gubernur BI mengatakan kebijakan ini dikeluarkan untuk mengimbangi kebijakan pengetatan moneter yang dilakukan bank sentral nasional dengan mengerek kembali bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen.
Pasalnya, kenaikan bunga acuan memicu peningkatan bunga simpanan (deposito) yang perlu dibayarkan bank kepada sumber dana. Hal tersebut telah terjadi di beberapa bank.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, kenaikan bunga deposito bank belum disertai dengan penyesuaian bunga kredit karena bank mengklaim likuiditas masih mencukupi dan cenderung mempertimbangkan pertumbuhan kredit ke depan.
Namun, dengan bunga acuan yang kembali disesuaikan dan bunga kredit yang belum naik, BI memperkirakan ada pengetatan likuiditas bank. Oleh karenanya, guna membuat likuiditas tetap longgar, BI menurunkan batas GWM.
"Ini untuk meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan, serta untuk mendukung upaya pendalaman pasar keuangan," ujarnya di Kompleks BI, Jumat (29/6).
Dalam keputusan terbarunya, Perry menurunkan batas pencadangan berdenominasi rupiah yang harus disetor secara harian dan bersifat tetap (fix) dari semula 5,0 persen menjadi 4,5 persen. Sedangkan, batas pencadangan yang harus disetor setiap dua minggu dan bersifat fleksibel (averaging) naik dari 1,5 persen menjadi 2,0 persen.
Sedangkan untuk batas pencadangan berdenominasi valuta asing (valas), BI akan memberlakukan GWM averaging sebesar 2,0 persen dari sebelumnya tidak ada. Dengan GWM averaging tersebut, maka batas pencadangan fix turun dari semula 8,0 persen menjadi 6,0 persen.
Kedua aturan tersebut berlaku untuk bank umum konvensional. Sedangkan untuk bank umum syariah, BI memberlakukan pengurangan batas pencadangan berdenominasi rupiah yang bersifat fix dari 5,0 persen menjadi 3,0 persen. Lalu, untuk GWM averaging dinaikkan dari nol persen menjadi 2,0 persen.
(bir)