Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) meyakini kebijakan pembebasan
uang muka Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tak akan membuat gelembung ekonomi (
economy bubble) dari sektor properti.
Sebelumnya, ada kekhawatiran harga properti melambung akibat permintaan rumah yang meningkat karena kebijakan nol
Loan to Value bank sentral. Kekhawatirannya, kondisi tersebut menciptakan gelembung spekulasi.
Namun, Gubernur BI Perry Warjiyo bilang
bubble tidak akan terjadi karena pembebasan uang muka (
Down Payment/DP) hanya berlaku bagi pembeli rumah pertama (
first time buyer). Ini berarti, kebijakan tanpa DP tak berlaku bagi mereka yang ingin beli rumah kedua, ketiga, dan seterusnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BI masih mewajibkan pembelian rumah kedua dan ketiga dengan uang muka sebsar 10-20 persen. Dengan demikian, permintaan pembelian rumah yang tertinggi hanya berasal dari pembeli pertama yang benar-benar membutuhkan rumah.
Selain itu, bebas DP juga berlaku bagi jumlah fasilitas kredit dengan mekanisme inden. Artinya, masyarakat dapat memperoleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan pencairannya bisa dilakukan sejak rumah baru akan dibangun. Hal ini diterapkan dengan mekanisme pencairan bertahap.
"Dengan demikian, memungkinkan pembeli rumah untuk keperluan investasi, tapi tidak menimbulkan risiko
bubble. Karena tetap ada batasannya," tutur Perry, akhir pekan lalu.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan pembebasan DP dilakukan saat ini karena pembelian rumah kurang bergairah. Namun, ketika pembelian meningkat (
booming) dan berpotensi
bubble sekalipun, BI siap untuk memitigasi dengan mengubah kebijakan.
"Kebijakan makroprudensial itu bersifat
countercyclical. Saat suatu hal sedang
booming, kami ketatkan aturannya. Tapi ketika
soft (lunak), itu kami rendahkan," imbuhnya.
Tak Bikin Kredit MacetPerry juga meyakini, kemungkinan pembebasan DP menimbulkan rasio kredit bermasalah (
Nonperforming Loan/NPL) membengkak terbilang minim.
Pasalnya, sebagian besar masyarakat yang mengajukan KPR berusia 36-45 tahun yang memiliki
debt service ratio tidak lebih dari 13 persen. Bahkan, untuk golongan menengah ke atas,
debt service ratio-nya lebih rendah.
"Jadi, ada kemampuan membayar kembali, sehingga relaksasi LTV ini justru akan menstimulus permintaan pembelian rumah," pungkasnya.
(bir)