Perang Dagang AS-China Diharap Tak Matikan Industri Baja RI

CNN Indonesia | CNN Indonesia
Rabu, 04 Jul 2018 16:10 WIB
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China, terutama terkait komoditas baja, diharapkan tak berdampak hingga mematikan produksi baja nasional.
Pabrik dan produk baja PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) di Cilegon, Banten. (www.krakatausteel.com)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perang dagang antara Amerika Serikat dan China, terutama terkait komoditas baja, diharapkan tak berdampak hingga mematikan produksi baja nasional.

"Pemerintah RI harus melindungi industrinya dari unfair trade (perdagangan tak adil) tersebut," kata Sekretaris Perusahaan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Suriadi Arief saat dikonfirmasi melalui pesan singkatnya, Rabu (04/07/2018).

Salah satu caranya dengan menegakkan aturan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dia mengungkapkan perseroan siap bersaing secara bisnis jika perang dagang AS-China benar-benar terjadi hingga akhirnya merambah ke Indonesia.

"Kami akan terus meningkatkan kepuasan pelanggan. Salah satunya dengan memperbanyak LTSA (Long Term Supply Agreement)," terangnya.

Suriadi memprediksi baja produksi China yang akan masuk ke pasar Asia Tenggara, terutama Indonesia, merupakan baja paduan. Hal itu mengingat baja karbon masih ada bea masuk anti dumping.


Jika ini terjadi, maka harus di waspadai terjadi pengalihan nomor HS. "Sehingga bebas dari bea masuk, sementara di China eksportinya menikmati tax rebate dari pemerintah China kalau ini terjadi, maka ada unfair trade," jelasnya.

Dalam kesempatan berbeda, pemerintah mengaku tengah mewaspadai gempuran baja China yang mencari pangsa pasar baru, terutama di Asia Tenggara. Hal itu terjadi ketika ekspor baja ke AS terganjal tarif selangit akibat perang dagang antara kedua negara.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan hasil produksi baja China mengalami kelebihan pasokan.

Pemerintah AS menerapkan tarif impor baja 25 persen dan produk aluminium 10 persen.


Indonesia mengekspor baja ke AS dengan nilai mencapai US$ 70 juta dolar dan US$ 219 juta dolar pada 2017. Sedangkan kebutuhan baja dalam negeri mencapai 15 juta ton. Namun, produksinya baru delapan juta ton. Sisanya masih mengimpor. (lav/yan)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER