Cadangan Devisa Kembali Merosot US$3 Miliar Demi Rupiah

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Jumat, 06 Jul 2018 18:47 WIB
Bank Indonesia dinilai perlu menyusun strategi guna mengurangi penggunaan cadangan devisa demi menstabilisasi kurs rupiah yang bergejolak terhadap dolar AS.
Bi dinilai perlu menyusun strategi guna mengurangi penggunaan cadangan devisa demi menstabilisasi nilai tukar rupiah yang terus bergejolak terhadap dolar AS. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia pada akhir Juni kembali merosot sebesar US$3,1 miliar dibanding bulan sebelumnya menjadi US$119,8 miliar. Penurunan cadev seiring adanya pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah.

Sejak awal tahun, posisi cadev terus merosot. Pada Januari 2018, cadev masih di kisaran US$131,98 miliar. Lalu, merosot jadi US$128,06 di Februari, US$126 miliar di Maret, US$124,9 miiar di April, dan US$122,9 miliar di Mei 2018.

Kendati begitu, Kepala Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan posisi cadev ini masih cukup baik untuk mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasalnya, posisi cadev masih cukup untuk membiayai 7,2 bulan impor atau 6,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

"Selain itu, posisi ini berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," ujar Agus dalam keterangan resmi, Jumat (6/7).


Lemdayo demikian, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai penurunan cadev tak bisa dihindari lantaran nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan terus terguncang hingga Agustus mendatang. Hal ini seiring, rencana bank sentral AS, The Federal Reserve yang kemungkinan akan mengerek bunga acuan pada September mendatang.

Selain akibat sentimen global dari The Fed, impor yang tinggi akibat kenaikan harga minyak turut membuat kebutuhan dolar AS kian besar dan melemahkan rupiah.

"Penjadwalan ulang impor ini menjadi penting agar tidak terlalu besar pada Juli dan Agustus, sehingga kebutuhan dolar AS bisa lebih diatur dan rupiah tidak melemah terlalu dalam," ujar Piter kepada CNNIndonesia.com, Jumat (6/7).


Kendati demikian, pengaturan jadwal impor tak bisa terlalu masif dilakukan BI. Sebab, bank sentral nasional perlu berkoordinasi dengan pemerintah untuk tetap selektif memilah-milih impor yang masih bisa ditahan.

"Kalau untuk impor yang sudah masa tanda tangan kontrak tentu tidak bisa. Mungkin yang bisa adalah impor yang untuk proyek pembangunan infrastruktur, karena berjangka panjang, belum segera dibutuhkan," katanya.

Sayangnya, pengaturan jadwal impor mau tidak mau akan menekan pertumbuhan ekonomi ke depan. "Tapi mau tidak mau ini harus dahulukan stabilitas rupiah, baru pertumbuhan. Stabilitas rupiah itu kunci," imbuhnya.


Bila ini berhasil dilakukan, Piter memperkirakan tekanan pelemahan rupiah bisa diminimalisasi pada Juli-Agustus 2018. Namun, BI diperkirakan tetap perlu menggelontorkan cadev karena masih ada sentimen global dari rencana kenaikan bunga AS.

"Dengan stabilisasi rupiah yang sudah diupayakan sejak bulan-bulan sebelum pengumuman The Fed, lalu BI menaikkan bunga lagi mengikuti The Fed, maka diperkirakan kenaikan bunga akan direspons positif oleh pasar, tidak seperti kenaikkan terakhir kemarin," terangnya. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER