Jakarta, CNN Indonesia -- Harga
minyak dunia merosot tercatat sepanjang pekan lalu. Hal itu utamanya dipicu oleh sentimen terhadap bertambahnya pasokan global.
Dilansir dari
Reuters, Senin (9/7), harga minyak mentah berjangka Brent turun sekitar tiga persen menjadi US$77 per barel pada Jumat (6/7) lalu. Secara harian, harga minyak acuan global ini turun US$0,39.
Penurunan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sekitar 0,4 persen secara mingguan menjadi US$73,55.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Kamis (5/7) lalu, harga WTI sempat tergelincir hampir dua persen usai dirilisnya data kenaikan stok minyak mentah AS sebesar 1,3 juta barel yang di luar ekspektasi. Namun, keesokannya, harga WTI kembali terdongkrak sekitar US$0,61 per barel akibat aksi beli kembali (short-covering) pelaku pasar.
Sementara itu, harga Brent masih tertahan berkat sentimen terhadap pasokan.
"Kenaikan ketersediaan minyak mentah Arab Saudi yang diperkuat oleh penurunan harga penjual resmi (OSP) ke Eropa dan kawasan lain memberikan perlawanan kuat terhadap terbatasnya aktivitas ekspor Libya," ujar Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch dalam catatannya.
Selain memangkas harga minyak untuk Agustus 2018, Arab Saudi juga mengatakan kepada Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bahwa Arab Saudi telah mengerek produksinya hampir 500 ribu barel per hari bulan lalu.
Sebagai catatan, OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia telah sepakat untuk memangkas produksi minyak mentahnya sejak Januari 2017 untuk mengatasi kelebihan pasokan global kala itu.
Kendati demikian, berkurangnya pasokan dari Venezuela, Angola, dan Libya beberapa waktu terakhir telah membuat berkurangnya pasokan menjadi lebih besar meskipun OPEC telah sepakat untuk kembali mengerek produksinya dengan wajar.
"Semakin banyak Arab Saudi menambah pasokan ke pasar, semakin sedikit bantalan pasokan yang kita (pasar) miliki. Hal itu menjadi faktor kenaikan harga (bullish) yang tak diduga di tengah kecenderungan harga menurun (bearish)," ujar Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger di New York.
Perubahan aliran perdagangan global juga mempengaruhi harga minyak.
Tarif impor AS terhadap US$34 miliar produk China direspon oleh China dengat mengeluarkan ancaman tarif balasan.
China telah mengindikasikan akan mengenakan tarif 25 persen terhadap minyak mentah AS.
"Permintaan minyak mentah AS dapat beralih ke pemasok dari negara lain. Karena pasokan pasar minyak tengah dalam kondisi ketat akibat berbagai gangguan, hal itu akan mendongkrak harga (Brent) lebih jauh," ujar Commerzbank dalam catatannya.
Selain itu, pengenaan sanksi baru AS terhadap ekspor minyak Iran juga memperketat pasokan lebih jauh.
Tiga sumber Reuters yang menyatakan bahwa Korea Selatan, selaku salah satu pembeli minyak mentah utama Iran, tidak akan mengambil minyak mentah dan kondensat dari Iran di Juli untuk pertama kalinya sejak Agustus 2012.
(lav)