Jakarta, CNN Indonesia -- PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau
Inalum mempertimbangkan untuk menggunakan pinjaman dari bank asing guna membiayai akuisisi saham Freeport-McMoran dan hak partisipasi Rio Tinto pada PT
Freeport Indonesia (PTFI).
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan bila perseroan kekeh menggunakan pinjaman dari bank lokal atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka akan menekan neraca pembayaran dalam negeri.
"Itu sedang kami pertimbangkan kondisi neraca pembayaran Indonesia sedang besar, ada tekanan kurs (rupiah)," ucap Budi saat berbincang dengan Transmedia di kantornya, Rabu (18/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam hal ini, Inalum akan meminjam dana dalam bentuk valuta asing (valas) karena pembayaran dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS). Makanya, jika valas itu diberikan oleh perbankan lokal, maka semakin banyak nantinya dolar yang keluar dari Indonesia.
"Kalau dolar keluar, rupiah akan memburuk. Ini kan biayanya di luar negeri, jadi kalau bisa dolarnya jangan dari dalam negeri," tutur Budi.
Jika pinjaman dolar AS itu diberikan dari bank asing, maka dolar itu akan berasal dari luar negeri. Dengan demikian, hal itu tak akan mempengaruhi kurs rupiah terhadap dolar AS.
"Karena kalau dolar AS keluar kan ada
outflow, nah kurs tertekan lagi," jelas Budi.
Pada perdagangan kemarin saja, nilai tukar rupiah menyentuh area Rp14.414 per dolar AS atau ditutup melemah 0,25 persen.
Meski sudah mempertimbangkan, tapi diskusi soal pinjaman bank untuk biaya akuisisi terbilang belum final. Namun, ia mengakui mendapatkan tawaran dari 11 bank yang terdiri dari bank lokal, bank BUMN, dan asing untuk membiayai akuisisi saham di Freeport Indonesia.
"Mereka masuk karena asetnya bagus, tawarinnya lebih jadi seperti
oversubcsribe, di atas US$5 miliar lah yang sudah masuk," terang Budi.
Sementara, total dana yang diperlukan sebenarnya hanya US$3,85 miliar atau Rp53,9 triliun (kurs Rp14.000).
Sebelumnya, salah satu bank BUMN, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mengaku akan ikut dalam pemberian kredit sindikasi bersama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) untuk mendanai aksi korpoasi Inalum.
Namun, manajemen membatalkan hal itu karena tak bisa bersaing dengan bank asing yang menawarkan tingkat suku bunga kredit yang jauh lebih murah kepada Inalum.
Kementerian BUMN juga telah memberikan arahan kepada bank BUMN untuk tidak ikut berpartisipasi memberikan dana pinjaman untuk Inalum dalam proses divestasi.
(agi/agt)