Tensi Perdagangan Mereda, Harga Minyak Brent Menguat

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Senin, 30 Jul 2018 07:02 WIB
Harga minyak mentah Brent pada akhir pekan lalu menguat 1,8 persen secara mingguan menjadi US$74,29 per barel didorong meredanya tensi perdagangan dunia.
Harga minyak mentah Brent pada akhir pekan lalu ditutup menguat 1,8 persen secara mingguan menjadi US$74,29 per barel didorong meredanya tensi perdagangan dunia. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah Brent menguat sepanjang pekan lalu. Penguatan dipicu oleh meredanya tensi perdagangan dunia dan penutupan sementara salah satu jalur pelayaran utama minyak mentah dunia oleh Arab Saudi.

Dilansir dari Reuters, Senin (30/7), harga minyak mentah berjangka Brent pada Jumat (27/8) lalu ditutup menguat 1,8 persen secara mingguan menjadi US$74,29 per barel. Penguatan ini terjadi untuk pertama kalinya dalam empat pekan terakhir.

Sementara, harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate (WTI) merosot sekitar 2,4 persen menjadi US$68,69 per barel. Penurunan terjadi selama empat pekan terakhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada awal pekan lalu, Arab Saudi menyatakan akan menghentikan sementara pengiriman minyak melalui selat Bab al-Mandeb di Laut Merah. Rute tersebut merupakan salah satu rute utama kapal tanker minyak dunia. Penutupan terjadi setelah terjadi penyerangan terhadap dua kapal di jalur air oleh kelompok Houthis dari Yaman yang terafiliasi dengan Iran.

Setiap keputusan untuk menutup selat bakal menghentikan pengiriman minyak melalui Terusan Suez, Mesir, dan pipa minyak mentah SUMED yang menghubungkan Laut Merah dan Mediterania.

Berdasarkan data Badan Administrasi Informasi AS (EIA), sekitar 4,8 juta bph minyak mentah dan produk kilang mengalir melalui selat Bab al-Mandeb pada 2016 menuju Eropa, AS, dan Asia. 

Selanjutnya, penguatan harga minyak juga dipicu oleh kemajuan pembahasan perdagangan antara Presiden Donald Trump dengan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Junker. Pada Rabu lalu, keduanya secara mengejutkan mencapai kesepakatan yang mengurangi risiko perang dagang.

Di sisi lain, pada Jumat lalu, pasar saham AS melandai. Sebagai catatan, harga minyak mentah berjangka beberapa kali pararel dengan kondisi pasar modal.

"Hal itu (melandainya pasar saham) dapat memberikan sinyal perlambatan dari ekonomi yang dapat berpengaruh pada permintaan minyak," ujar Analis Pasar Senior RJO Futures Philip Streible.

Kemudian, pasar minyak juga mengacuhkan data laju pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II yang dirilis pada Jumat lalu. Data tersebut menunjukkan percepatan yang terjadi untuk pertama kalinya dalam hampir empat tahun terakhir.

"Itu merupakan angka pertumbuhan yang kuat dapat mengindikasikan permintaan energi yag kuat hingga akhir tahun," ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn di Chicago.

Menurut Flynn, pasar mengacuhkan data tersebut karena hal itu telah diprediksi sebelumnya.Namun, lanjut Flynn, untuk mencapai Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar itu, banyak minyak yang diperlukan.


Berdasarkan catatan perusahaan pelayanan energi Baker Hughes, perusahaan kilang AS menambah tiga rig pada pekan yang berakhir 27 Juli 2018. Penambahan ini terjadi untuk pertama kalinya sejak tiga minggu terakhir.

Manajer keuangan dan investasi mengurangi taruhannya pada kenaikan harga minyak mentah AS dengan memangkas kombinasi posisi kontrak berjangka dan opsi di New York dan London sebesar 11.362 kontrak menjadi 412.289 kontrak pada pekan yang berakhir pada 24 Juli 2018. Berdasarkan data Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC), jumlah kontrak tersebut merupakan yang terendah sejak akhir JUni.

Jumat lalu, Menteri Energi Rusia Alexander Novak menyatakan bahwa pasar tetap bergejolak dan responsif terhadap intervensi verbal. Novak juga menambahkan bahwa pasar telah memasukkan risiko terkait sanksi AS terhadap Iran.

Menurut Novak, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya tidak sedang membicarakan alternatif untuk mengerek produksi lebih dari 1 juta barel per hari.

OPEC dan sejumlah negara produsen minyak lain, termasuk Rusia, telah sepakat untuk melonggarkan kebijakan pemangkasan produksi pada bulan lalu. Kebijakan tersebut mampi mengerek produksi sebesar 1 juta bph di mana 200 ribu barel di antaranya berasal dari Rusia. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER