Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Provinsi
Papua tetap meminta PT
Freeport Indonesia untuk membayar Pajak Air Permukaan sebesar Rp36 miliar per bulan, meski perseroan mengajukan banding di Pengadilan Pajak.
Hal itu terungkap dalam pernyataan penutup sidang pengajuan banding oleh Freeport terhadap Pemprov Papua di Pengadilan Pajak, Jakarta, Selasa (31/7).
"Kami kan komitmen dengan kami punya pajak yang ditetapkan setiap bulan Rp36 miliar itu sudah. Kami sudah pegang pada aturan dan hukum yang berlaku jadi itu yang pasti hakim menangkan selama ini, yang menang selama ini," terang Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Papua Gerzon Jitmau kepada
CNNIndonesia.com usai persidangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Gerzon, PT Freeport harus membayarkan jumlah pajak yang diminta oleh Pemprov Papua karena sudah berdasarkan aturan yang berlaku, yakni Undang-Undang (UU) 28 tahun 2009 tentang pajak dan Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Hanya saja, kata Gerzon, PT Freeport terus mengelak dari pajak yang dibebankan kepada perseroan tersebut. Pasalnya, PT Freeport mengacu pada Kontrak Karya yang tidak mewajibkan pembayaran pajak dengan jumlah Rp36 miliar per bulan tersebut.
"SKPD pajak ditetapkan Rp36 miliar per bulan dengan perhitungan 115 volume debit persegi," terang dia.
Sementara itu, sejak 2011 sampai Juli 2018 ini PT Freeport menolak untuk membayar pajak dengan total nilai Rp6,3 triliun termasuk denda telat bayar. Sebelumnya, Berdasarkan keputusan Pengadilan Pajak Nomor Put.79871/PP/M.XVB/24/2017 tanggal 18 Januari 2017 PT Freeport diwajibkan untuk membayar Rp3,95 triliun.
Hanya saja, perusahaan tambang asal Negeri Paman Sam itu mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA) dan menang sehingga dibebaskan dari beban pajak tersebut.
"Dari tahun 2011 sampai 2018 totalnya Rp3 triliun lebih tapi karena mereka banding jadi ya nilainya Rp1,8 triliun itu yang harus mereka bayar tapi mereka ajukan banding lagi ini," terang dia.
CNNIndonesia.com sudah mencoba menghubungi PT Freeport Indonesia sebagai pihak pengaju banding untuk meminta keterangan terkait pernyataan penutup dalam sidang pengajuan banding tersebut. Hanya saja sampai saat ini perseroan belum merespon.
(lav)