ANALISIS

Bersicepat agar Tak Defisit Gas di 2025

Agus Triyono | CNN Indonesia
Jumat, 03 Agu 2018 10:42 WIB
Indonesia diperkirakan bakal mengalami defisit neraca gas pada 2025 mendatang jika tak ada langkah jitu dari pemerintah guna mendongkrak produksi.
Ilustrasi Gas Tabung.(CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kabar mangagetkan datang dari Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar saat menghadiri acara pembukaan Gas Indonesia Summit & Exhibition 2018 di Jakarta Convention Center, Rabu (1/8).

Arcandra mengatakan bahwa kementeriannya memperkirakan Indonesia akan mengalami defisit neraca gas pada 2025 mendatang. Defisit terjadi karena permintaan gas melampaui pasokan yang ada.

Arcandra bilang bahwa proyeksi dilakukan setelah pemerintah melakukan simulasi atas tiga skenario neraca gas dalam negeri periode 2018 - 2027.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Skenario pertama, pemerintah menggunakan basis permintaan berdasarkan realisasi konsumsi tahun lalu. Proyeksi dibuat berdasarkan pertumbuhan permintaan gas lima tahun terakhir, dengan mengecualikan program pemerintah seperti gas rumah tangga dan gas untuk transportasi.

Skenario kedua, pemerintah memasukkan faktor pertumbuhan permintaan gas tahun lalu sesuai target pertumbuhan ekonomi. Skenario ketiga, pemerintah memperhitungkan kapasitas maksimal pabrik dan target pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Simulasi tiga skenario di atas menunjukkan bahwa kebutuhan gas domestik masih bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri hingga 2024.


Namun, jika skenario dua dan tiga terjadi, Indonesia kemungkinan membutuhkan pasokan gas tambahan pada 2025. Pasalnya, simulasi skenario dua menghasilkan defisit gas 206,5 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) dan skenario tiga menghasilkan defisit 1.072,29 MMSCFD pada 2025.

Pengamat Energi Fabby Tumiwa mengatakan bahwa proyeksi defisit neraca gas tersebut harus disikapi secara serius oleh pemerintah. Menurut dia, ancaman defisit neraca gas tersebut bisa benar-benar terjadi pada 2025 nanti.

Perkiraan dibuat berdasarkan pelaksanaan investasi di beberapa ladang gas besar yang sampai saat ini masih belum menemui kejelasan. Salah satu masalah investasi tersebut bisa dilihat dalam kasus pengembangan Blok Masela.

Walau diharapkan bisa berproduksi dan bisa memasok gas untuk keperluan dalam negeri sebelum 2025, sampai saat ini proyek tersebut belum jalan juga.

Fabby memperkirakan permasalahan tersebut kemungkinan besar akan membuat waktu produksi molor.

"Masela sebenarnya sudah ada rencana pengembangan dan investasi kemudian bubar gara-gara investornya dipaksa mengembangkan di darat. Dengan kondisi itu sulit. Pada 2025 saja baru jalan produksi mungkin," katanya kepada CNNIndonesia, Kamis (2/8).

Warga menyalakan kompor biogas untuk digunakan memasak di Urutsewu, Ampel, Boyolali, Jawa TengahWarga menyalakan kompor biogas untuk digunakan memasak di Urutsewu, Ampel, Boyolali, Jawa Tengah. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
Dengan kondisi tersebut, Fabby mengatakan bahwa pemerintah tidak punya pilihan lain. Pemerintah harus sudah mulai mempersiapkan kebijakan impor gas.

Menurutnya pada periode 2020-2022 banyak proyek gas di luar negeri yang mulai produksi. Kondisi tersebut akan membuat pasokan gas meningkat pesat.

Nah, celah tersebut harus dimanfaatkan pemerintah. Pasalnya, di tengah kondisi tersebut harga gas dipastikan masih akan murah.

"Segera manfaatkan celah tersebut untuk melakukan antisipasi atas ancaman kekurangan pasokan gas, misalnya dengan mengizinkan PLN untuk melakukan kontrak pembelian gas dengan luar negeri untuk memenuhi kebutuhan gas mereka," katanya.


Pengamat Energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan langkah lain yang bisa dilakukan adalah merombak total proses perizinan investasi agar kegiatan eksplorasi gas bisa cepat dilakukan dan kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi.

Saat ini masih ada sekitar 300-an izin investasi sektor gas dan melibatkan 17 kementerian lembaga. Dan masalah tersebut membuat proses izin investasi menjadi bertele-tele.

"Sebenarnya investor itu kalau izin cepat, mereka bisa cepat produksi, tapi dengan kondisi seperti itu susah," katanya.

Komaidi mengatakan bahwa masalah perizinan tersebut tidak bisa diselesaikan oleh Kementerian ESDM sendiri. Solusi memerlukan perbaikan koordinasi lintas sektor. Oleh karena itulah dia meminta Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan menteri koordinatornya mengatasi masalah tersebut.

"Atau kalau tidak jalan, presiden turun. Segera terbitkan inpres agar investasinya bisa cepat," katanya. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER