Jakarta, CNN Indonesia -- Delima (47 tahun) bisa jadi menjadi warga yang senang ketika mendapatkan
Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada 2008 lalu.
Warga Jalan Guci Baru, Kebon Jeruk, Jakarta Barat tersebut, masih berprofesi sebagai penjual bensin eceran saat itu dan menjadi satu dari belasan juta keluarga miskin penerima
subisidi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (
SBY) itu.
Total dana yang digelontorkan mencapai Rp14,1 triliun untuk 19,1 juta rumah tangga miskin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bantuan kedua, beras masyarakat miskin untuk 18,5 juta rumah tangga sasaran dengan total bantuan 15 kilogram beras per keluarga.
BLT sendiri berlangsung dua kali dengan pemberian uang Rp300 ribu pada gelombang pertama dan Rp400 ribu untuk periode berikutnya. Tapi, Delima tak mendapatkan uangnya secara utuh.
"Tidak tahu kenapa dipotong dan sampai sekarang tidak jelas," katanya.
Delima bisa jadi jadi potret masalah dalam penyaluran bantuan sosial pemerintah sejak sembilan tahun silam.
Ketua Umum Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Marlo Sitompul mengatakan tidak hanya di era pemerintahan SBY, masalah juga terjadi pada era Presiden Joko Widodo.
Berdasarkan data pengaduan ke SPRI, keluhan salah sasaran di era Presiden Joko Widodo (
Jokowi) justru meningkat. Pada 2014, aduan soal kesalahan sasaran baru mencapai 2 ribu.
Namun, jumlah pengaduan terus naik sepanjang 2015-2018. Dalam tujuh bulan terakhir, misalnya data pengaduan mencapai 10 ribu.
"Mereka sudah mengadu, berikan data pribadi tapi masih tetap tidak diproses," tegasnya.
Walaupun diduga salah sasaran, pemerintah terus menggeber dan meningkatkan anggaran bantuan sosial.
Untuk 2019, Jokowi bakal menaikkan anggaran bantuan sosial berbentuk Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi Rp32 triliun dari sebelumnya Rp17 triliun.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro tidak menutup mata atas semua permasalahan penyaluran bantuan sosial tersebut.
Bappenas juga sudah menerima laporan soal permasalahan dan kesalahan penyaluran bantuan sosial.
Salah satu permasalahan ketidaktepatan sasaran tersebut diterima langsung dari Bank Dunia. "Mereka lapor saya ingat, membandingkan bantuan beras dan PKH dan menunjukkan PKH lebih efektif dibanding beras," katanya.
Tapi kata Bambang, semua permasalahan tersebut telah diatasi. Ia menjamin peningkatan anggaran tersebut tidak akan sia-sia dan salah sasaran. Pemerintah sudah banyak melakukan perbaikan agar pelaksanaan bantuan sosial tepat sasaran.
 Data penduduk miskin. (Dok. BPS) |
Memperbaiki Data PenerimaDirektur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat mengatakan perbaikan sudah dilakukan oleh Kementerian Sosial dengan memperbaiki data penerima bantuan.
Saat ini, Kementerian Sosial sudah memiliki basis data terpadu berisikan daftar 40 persen penduduk miskin lengkap dengan nama, alamat, nomor induk kependudukan yang jelas.
Data terpadu tersebut juga selalu diperbarui setiap tiga bulan sekali agar peta masyarakat miskin yang sudah mentas dari garis kemiskinan dan tidak berhak menerima bantuan bisa dikeluarkan dan diganti dengan masyarakat miskin lain.
Nah, agar data tersebut bisa terus terjaga, Kementerian Sosial saat ini juga tengah membuat Sistem Kesejahteraan Sosial Terpadu Nasional (SKSTN).
Sistem tersebut akan dijadikan sumber untuk memvalidasi data masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah.
Saat ini, Kementerian Sosial tengah melelang proyek pemeliharaan jaringan data program pengentasan kemiskinan bernilai Rp1,4 triliun yang menjadi bagian dari sistem tersebut.
Selain perbaikan tersebut Harry mengatakan bahwa agar bantuan yang diberikan tersebut memberikan manfaat optimal, pemerintah juga menerapkan syarat bagi keluarga penerima bantuan.
Mereka yang mendapatkan prioritas adalah masyarakat miskin yang memiliki ibu hamil, balita, dan anak sekolah.
Dengan penerapan syarat tersebut nantinya bantuan diharapkan bisa memberikan manfaat besar bagi peningkatan gizi, kualitas hidup dan pendidikan.
Pemerintah mengklaim pelaksanaan bantuan sosial berbentuk PKH pada 2017 relatif berhasil. Program itu dianggap berhasil mengangkat 320 ribu keluarga penerima bantuan keluar dari jurang kemiskinan.
"Tahun ini, kami targetkan 800 ribu," katanya.
Tetapi, bukan tak mungkin kasus macam Delima pada sembilan tahun lalu kembali terulang. Marlo Sitompul beserta dengan organisasinya, pun bisa jadi bakal lebih sibuk menerima lebih banyak pengaduan yang masuk gara-gara data yang tak akurat.
(asa)