Darmin Sebut Reaksi Investor Berlebihan Respons Krisis Turki

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Senin, 13 Agu 2018 14:45 WIB
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menilai reaksi investor pada negara emerging market, termasuk Indonesia atas krisis ekonomi Turki berlebihan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menganggap anjloknya mata uang turki, lira berdampak secara psikologis terhadap bursa saham dan mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia

Menurut Darmin, investor pasar modal keburu takut dengan dampak Turki, meski krisis negara tersebut tak berdampak sistemik.

Nilai tukar lira Turki merupakan salah satu yang memiliki performa buruk sejak awal tahun. Adapun, depresiasi lira terhadap dolar sudah mencapai 74,9 persen sejak Januari hingga saat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain anjloknya mata uang Turki, aksi Amerika Serikat yang membebankan bea masuk impor yang tinggi bagi aluminium dan baja turut mempengaruhi pasar modal dan nilai tukar negara emerging market, termasuk Indonesia.

Tiga hari lalu, Presiden Donald Trump berkicau melalui akun Twitter-nya bahwa bea masuk baja akan dikenakan sebesar 20 persen dan aluminium sebesar 50 persen.

Nilai tukar Turki yang melemah dan kebijakan bea masuk disebut bikin investor pasar modal kalang kabut dan mencoba mengalihkan portfolionya dari Turki. Hal ini pun memberi dampak psikologis bagi investor untuk mengalihkan modal dari negara-negara berkembang lainnya.


Padahal menurut Darmin, kebijakan kenaikan bea masuk AS atas impor Turki tidak ada sangkut pautnya dengan negara lain, termasuk Indonesia. Apalagi, kebijakan kenaikan bea masuk impor Turki berdasarkan sentimen pribadi AS, dan bukan seperti perang dagang dengan China dan Uni Eropa.

Sehingga, kalau saja kejadian ini tak dibesar-besarkan, maka negara lain seharusnya tak kena imbas dari kondisi ekonomi Turki.

"(Reaksi) itu terlalu berlebihan. Turki memang ada hal khusus di sana sehingga dampaknya tidak mesti berlaku di negara lain. Sebenarnya Indonesia bisa tidak kena imbas, kalau orang berpikir pasti tidak akan ada imbasnya," jelas Darmin.

Lebih lanjut ia menuturkan, dampak psikologis itu tentu berdampak ke Indonesia. Makanya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sesi I ambruk 3,29 persen dan Rupiah dibuka melemah dan menembus Rp14.614 per dolar AS.


Namun menurutnya, dampak dari kondisi ekonomi Turki itu tak hanya dialami Indonesia. Hampir semua negara pasti mengalami hal serupa. Adapun pagi tadi, mayoritas mata uang negara di kawasan Asia melemah, seperti won Korea Selatan minus 0,22 persen, dolar Singapura minus ,019 persen, peso Filipina minus 0,13 persen, ringgit Malaysia minus 0,12 persen, dan baht Thailand minus 0,11 persen.

"Namun kami pikir dampaknya mungkin hanya sementara," papar dia.

Dikutip dari Reuters, sejak awal tahun, kurs Lira telah terdepresiasi sekitar 40 persen terhadap dolar AS. Hal itu dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap kondisi ekonomi Turki dan memburuknya hubungan Turki dengan AS.

Pada perdagangan Jumat (10/8) lalu, nilai tukar Lira merosot sekitar 18 persen menjadi 7,24 Lira per dolar AS, yang merupakan pelemahan harian terbesar sejak 2001. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER