Jakarta, CNN Indonesia -- Kondisi keuangan 'berdarah' PT
Pertamina (Persero) berhembus kencang pada pertengahan Juli lalu. Pemantiknya, Surat Persetujuan Prinsip dari Menteri BUMN
Rini Soemarno terkait dengan rencana aksi korporasi guna mempertahankan kesehatan keuangan perseroan.
Dalam surat tertanggal 29 Juni itu, Rini memberikan empat persetujuan penting bagi Pertamina tersebut agar kondisi keuangan mereka tetap sehat.
Salah satu diantaranya, menyetujui permohonan izin Pertamina untuk menurunkan
(share down asset) hulu secara selektif dan dengan tetap menjaga pengendalian mereka atas aset strategis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terbitnya surat itu memicu spekulasi. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan bahwa surat tersebut resmi menunjukkan keuangan Pertamina sedang bermasalah.
Sinyal permasalahan tersebut sebenarnya sudah tertangkap dari kinerja mereka 2017 lalu. Laporan Keuangan perusahaan minyak negara tersebut sepanjang 2017 menunjukkan laba Pertamina turun.
Sepanjang 2017 kemarin mereka hanya mampu menorehkan laba US$2,54 miliar setara Rp34,41 triliun, turun jika dibandingkan 2016 yang tercatat US$3,15 miliar.
Said mengatakan penurunan kinerja tersebut tak terlepas dari beban berat yang dipikul Pertamina akibat upaya keras Presiden Jokowi mempertahankan prestasi politiknya jelang Pemilihan Presiden 2019, yakni tidak menaikkan harga BBM dengan memberikan subsidi negara.
Saat ini, Jokowi memang diketahui berencana mencalonkan diri kembali menjadi presiden. Dia berpasangan dengan Ma'ruf Amin, yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Setahun menjelang pesta demokrasi tersebut Jokowi memutuskan menahan kenaikan harga BBM dan tarif listrik. Karena upaya Jokowi tersebut Pertamina sampai saat ini belum melakukan menyesuaian.
Padahal jika dihitung, minyak dunia dan nilai tukar rupiah yang digunakan sebagai komponen untuk menghitung harga BBM semuanya sudah naik. Tidak tanggung-tanggung, kenaikan bahkan sudah melebihi asumsi APBN.
Untuk nilai tukar rupiah, per Agustus ini nilainya masih terperosok ke level atas Rp14.400-an per dolar Amerika Serikat (AS), meleset Rp1.000 jika dibandingkan asumsi makro yang dipatok di level Rp13.400.
Sementara itu, harga minyak saat ini sudah melampaui US$70 per barel, melampaui asumsi makro APBN 2018 yang hanya dipatok di level US$48 per barel.
 SPBU Pertamina(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) |
Beban MeningkatTak pelak, kondisi tersebut membuat beban Pertamina meningkat. Maklum saja, dengan kondisi tersebut harga keekonomian BBM sudah berada di atas level Rp8 ribu per liter. Kondisi tersebut jauh di atas harga jual premium dan solar yang saat ini masih Rp6.500 dan Rp5150 per liter.
"Jadi memang membebani, berat," tutur Said.
Menurut Said, Jokowi perlu meninjau lagi kebijakan populisnya tersebut.
Hitung-hitungannya, saat penugasan menjaga harga BBM tersebut tidak dikurangi, minyak tetap di atas US$70 per barel dan nilai tukar rupiah tetap melemah di atas Rp14 ribu, Pertamina bisa merugi Rp25 triliun-Rp30 triliun dalam setahun.
Besaran kerugian tersebut dibuat dengan catatan, dalam menjalankan penugasan, Pertamina tak mendapatkan subsidi seperak pun dari pemerintah.
"Makanya saya minta segera akhiri, kebijakan tersebut bisa menghancurkan neraca BUMN. Pemerintah bisa mendapat prestasi politik tapi BUMN bisa hancur," jelasnya.
Adiatma Sardjito, Juru Bicara Pertamina mengaku yakin bahwa pemerintah tidak akan membiarkan Pertamina merana sendirian. "Pemerintah pasti cari solusi terbaik, saat ini tiga menteri; ESDM, Keuangan, dan BUMN, juga sedang mencari solusi," imbuh dia.
Segendang sepenarian dengan Adiatma, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyebut pemerintah tidak akan tega membiarkan Pertamina terseok-seok dalam menjalankan penugasan yang diberikan kepada mereka.
Pemerintah akan cari cara agar keuangan Pertamina tetap sehat. Banyak celah yang bisa dimanfaatkan pemerintah. Salah satunya memanfaatkan kenaikan harga minyak yang akan menambah penerimaan negara.
Untuk tambahan penerimaan ini Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyebut bahwa setiap harga minyak naik US$1 per barel, pendapatan bersih negara bisa naik Rp1,1 triliun.
Menghitung DampakSementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan bahwa pemerintah telah menghitung secara cermat dampak yang ditimbulkan dari penugasan yang diberikan pada BUMN.
Pemerintah yakin penugasan tersebut tidak akan melampaui kemampuan keuangan mereka.
Apalagi, dalam memberikan penugasan menjaga harga BBM terjangkau bagi masyarakat, pemerintah melalui Kementerian ESDM merasa telah memberikan modal kepada Pertamina berupa penyerahan 10 blok minyak dan gas.
Pemerintah yakin hasil pengelolaan 10 blok tersebut nantinya cukup menjaga kesehatan keuangan Pertamina.
"Jadi, tidak mungkin pemerintah akan korbankan Pertamina, dengan mengelola 10 blok tersebut sampai akhir tahun kondisi keuangan mereka akan tetap sehat," pungkasnya.
(asa)