Jakarta, CNN Indonesia --
Sebagian warga bisa jadi masih menagih janji kampanye Presiden Jokowi hampir empat tahun silam. Hingga hari ini, pemerintah tengah berusaha menepati pelbagai janji tersebut, di antaranya soal pertumbuhan ekonomi.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan pelbagai capaian pemerintah berikut hambatannya.
T: Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pertumbuhan 2019 dipatok di angka 8 persen. Tapi sampai saat ini tidak pernah gerak dari angka 5 persen. Apa masalahnya?
Masalah pertumbuhan ekonomi ini ada dua kombinasi. Pertama, dari sisi internal. Kami, masih kesulitan untuk melakukan transformasi ekonomi berbasis sumber daya alam ke ekonomi yang berbasis pengolahan yang memberikan nilai tambah. Masalah itu yang membuat transformasi ekonomi tidak berjalan mulus dalam lima tahun ini.
Orang masih berpikir mencari jalan tercepat yang memberikan hasil, sehingga mereka mundur kembali ke ekonomi berbasis sumber daya alam. Masalah ini walau membuat ekspor kita naik, rapuh. Ekspor masih bergantung pada perbaikan harga. Pola pikir itu yang menyulitkan kita tumbuh dengan ekonomi yang berbasis industri dan nilai tambah.
Saya pikir kalau kondisinya seperti ini, potensi ekonomi kita untuk tumbuh tinggi berat. Dengan kondisi tersebut potensi pertumbuhan kita sampai 2023 ya hanya 5,3 persen.
T: Masalah dari luar?
Ya kondisi ekonomi global yang masih kurang menentu.
T: Tidak hanya pertumbuhan ekonomi, target peningkatan rasio pajak juga berat?
Ya memang sulit naik karena tax base-nya kita kecil. Dengan kondisi itu susah kita naikkan karena andalan kita ya hanya itu-itu saja, akhirnya Wajib Pajak gerah karena merasa menjadi target. Tapi upaya perbaikan juga sudah dilakukan dengan melaksanakan Tax Amnesty atau pengampunan pajak. Kebijakan tersebut akan membuka informasi pajak yang lebih luas, basisnya meluas, makanya kemarin penerimaan pajak bagus. Bisa dibayangkan kalau program itu dilakukan lebih cepat, cepat juga kita naikkan tax base-nya.
T: Angka kemiskinan angkanya sudah di bawah 10 persen, itu diklaim terendah dalam sejarah, apa rahasianya?
Sebenarnya penurunan kemiskinan turun terus. Sejak 1999, angka kemiskinan turun terus. Tapi kalau dilihat sejak 2010, angka kemiskinan melandai. Padahal, sebelumnya penurunannya besar terus. Kenapa itu terjadi, apa masalahnya? Karena kemiskinan itu makin mendekati bawah sehingga makin sulit dijangkau, tidak seperti waktu kemiskinan masih 20 persen atau belasan persen.
Mendekati 10 persen agak sulit karena kelompok yang miskin adalah mereka yang sulit dijangkau karena wilayahnya sulit, atau memang secara jelas ada masyarakat yang memang menolak hidup seperti orang pada umumnya. Kondisi itu menbuat penurunan angka kemiskinan ke bawah 10 persen makin sulit dan terhambat. Maret 2017 walau persentasenya turun, kemiskinan naik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
 Ilustrasi penerima Program Keluarga Harapan. (Foto: ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi) |
T: Lalu apa yang membuat upaya penurunan berhasil?
Pengendalian inflasi. Kalau dilihat inflasi paska kenaikan BBM 2014 lalu makin baik. Kisarannya hanya 3-4 persen. Itu cukup membantu. Terkendalinya inflasi membuat pengeluaran atau konsumsi riil masyarakat miskin tidak terganggu, bahkan malah lebih baik.
T: Selain itu?
Yang tidak boleh dilupakan adalah peran pemerintah secara langsung dalam bentuk bantuan sosial. Orang banyak bertanya memang, kenapa harus membuat masyarakat bergantung bantuan sosial. Dan ini bukan masalah tergantung atau tidak, itu bantuan kan diberikan untuk masyarakat miskin dan rentan miskin. Itu masyarakat memang harus dijaga pemerintah agar bisa naik.
T: Tapi bantuan sering diberikan juga ke orang tidak miskin. Orang yang sudah lewat dari garis kemiskinan tetap diberi?
Garis kemiskinan itu 10 juta keluarga, setara 40 juta orang dan melebihi jumlah orang miskin yang hanya 25 juta. Katakanlah ada kelebihan 14 juta. Itu masuk rentan miskin. Kami tidak mau mereka yang rentan itu jatuh lagi. Makanya tetap harus ada bantalan supaya tidak miskin lagi.
Jangan lupa, orang tidak miskin, tiba-tiba jatuh miskin lagi gara-gara gagal panen, penyakit dan bencana alam.
T: Tahun 2019, anggaran pengentasan kemiskinan dinaikkan. Untuk Program Keluarga Harapan (PKH) anggaran naik dari Rp17 triliun jadi Rp32 triliun, apa sasarannya?
Kami sudah ada studi, kalau dinaikkan seperti itu akan menurunkan kemiskinan dan ketimpangan.
T: Targetnya?
Kemiskinan bisa ditekan ke level 8,5-9,5 persen.
T: Tidak ada maksud politis, untuk menarik simpati masyarakat jelang pemilihan presiden?
Ini kan waktunya kebetulan saja bareng. Kalau mau cerita, PKH itu sebenarnya naik dari dulu. Kenaikan dilakukan bertahap. Waktu saya jadi menteri keuangan, PKH saya naikkan. Yang biasanya 4 juta menjadi 6 juta penerima, lalu naik lagi jadi 10 juta.
Bertahap karena waktu itu pemerintah posisinya masih belum jelas mau melakukan apa dalam pengentasan kemiskinan. Sekarang posisinya sudah jelas. Untuk kemiskinan fokus dulu ke miskin dan rentan miskin. Mereka mau tak mau harus ada dukungan bansos, makanya diperbaiki penyalurannya. Jadi berproses dan tidak tahu-tahu naik.
T: Ada jaminan kenaikan anggaran dan penyalurannya tidak salah sasaran?
Yang bermasalah dan salah sasaran beras sejahtera, sekarang diperbaiki dengan bantuan pangan nontunai (BPNT). Kalau yang PKH relatif bagus, tinggal verifikasi harus dilakukan karena ada keluarga penerima program yang tak miskin lagi.
T: Selain kemiskinan yang kelihatan melaju pesat adalah pembangunan infrastruktur, pembangunan cepat tak terdengar lagi proyek mangkrak, apa sebabnya?
Kalau mangkrak kan masalahnya di perencanaan dan pembiayaan. Nah untuk sekarang kesalahan rencana kan sudah minimal. Artinya yang dibangun benar-benar dibutuhkan. Rahasia lain, kesiapan lahan dan kontraktor. Sekarang juga ada perhatian dari pemerintah. Proyek yang diprioritaskan masuk proyek strategis nasional, proyek mendapatkan fasilitas khusus seperti pembebasan lahan. Itu sangat menolong pembangunan sehingga bisa cepat.
(asa)