Harga Minyak Dunia Tergelincir Penguatan Dolar AS

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 15 Agu 2018 07:03 WIB
Harga minyak mentah berjangka Brent tergelincir US$0,15 menjadi US$72,46 per barel, sedangkan harga minyak berjangka turun US$0,15 menjadi US$72,46 per barel.
Kilang minyak. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)
Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak mentah dunia melemah pada perdagangan Selasa (14/8), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan dipicu oleh penguatan kurs dolar AS akibat sentimen investor terhadap kondisi krisis keuangan di Turki.

Dilansir dari Reuters, Rabu (15/8), harga minyak mentah berjangka Brent tergelincir US$0,15 menjadi US$72,46 per barel.

Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$0,16 menjadi US$67,04 per barel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pelemahan harga minyak mentah berjangka berlanjut hingga perdagangan usai penutupan (post-settlement) setelah Institut Perminyakan Amerika (API) merilis data yang menunjukkan kenaikan pasokan minyak mentah AS di luar dugaan sebesar 3,7 juta barel pekan lalu. Sebagai pembanding, para analis sebelumnya memperkirakan bakal terjadi penurunan sebesar 2,5 juta barel.


Di awal sesi perdagangan, harga minyak mentah mendapatkan dorongan kenaikan dari penguatan di pasar modal. Namun, di tengah hari, harga minyak tertekan seiring penguatan kurs dolar AS yang menyentuh level tertinggi sejak Juni 2017.

Sebagai catatan, penguatan dolar AS bakal membuat komoditas yang diperdagangkan dengan dolar AS menjadi relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang lain.

Menurut Analis Price Futures Group Phil Flynn, saat ini pasar global diliputi sedikit kecemasan akibat perkembangan krisis di Turki.

"Biasanya saat dolar AS mulai menanjak, itu kemungkinan merupakan sinyal bahwa pasar masih khawatir terhadap kondisi Turki," ujar Flynn di Chicago.


Indeks pasar modal AS menguat dan lira Turki mulai pulih, sehari setelah tertekan ke level terendah melawan dolar AS. Hal itu menimbulkan kekhawatiran bahwa krisis di Turki telah menyebar ke negara berkembang lain.

"Meski lira telah menunjukkan pemulihan (rebound) hari ini (Selasa 14/8), ketegangan antara Turki dan AS tidak menunjukkan tanda-tanda kemajuan," ujar Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch dalam catatannya.

Konsekuensinya, lanjut Ritterbusch, kekhawatiran bahwa krisis Turki telah menular ke negara meningkat sebagai bagian dari upaya mengurangi selera risiko pasar dan memperbarui tekanan harga minyak ke bawah.

Penurunan harga minyak dibatasi oleh kekhawatiran terhadap pasokan minyak global dari produsen minyak utama yang lebih rendah.

Senin (13/8) lalu, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menyatakan bahwa Arab Saudi telah memangkas produksinya. Penurunan ekspor minyak dari Iran juga diperkirakan bakal terjadi seiring pengenaan sanksi dari AS.


Kendati demikian, OPEC memperkirakan pasokan minyak dari negara non-OPEC bakal meningkat 2,13 juta barel tahun depan, 30 ribu barel lebih tinggi dibandingkan proyeksi bulan lalu. Kenaikan produksi dipicu oleh produksi minyak shale AS baru.

Wakil Kepala Riset Pasar Tradition Energy Gene McGillian menyatakan bahwa ia memiliki gambaran fundamental pasar yang mengetat dibandingkan tahun lalu.

"Anda terus melihat tanda-tanda bahwa permintaan (minyak) cukup kuat," ujarnya.

Kendati demikian, beberapa analis menyatakan bahwa sengketa perdagangan antara AS dan China serta gejolak di negara berkembang dapat menekan permintaan energi glbbal.

Perekonomian China menunjukkan tanda-tanda pelemahan dengan nilai investasi dan penjualan ritel yang melambat hingga akhir Juli 2018. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER