Jakarta, CNN Indonesia -- PT
PLN (Persero) memastikan tidak akan menaikkan
tarif listrik meski mendapatkan tekanan dari pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat
krisis ekonomi Turki.
"Tarif listrik ke konsumen tidak akan naik. Itu yang paling utama," ujar Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (15/8).
Ia mengaku pelemahan rupiah akan berdampak langsung pada harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan batu bara yang digunakan untuk pembangkit listrik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Utama PLN Sofyan Basir sebelumnya menyebut setiap depresiasi Rp100 per dolar AS, biaya produksi perseroan bakal terkerek sekitar Rp1,3 triliun. Akibatnya, biaya operasional PLN membengkak lebih dari Rp6 triliun sepanjang paruh pertama tahun ini.
Sarwono mengungkapkan perseroan telah mengantisipasi krisis Turki yang berimbas pada pelemahan rupiah. Selama ini, perseroan telah melakukan lindung nilai sebesar 25 persen dari kewajiban yang harus dibayarkan dalam mata uang asing. Hal itu dilakukan untuk memitigasi risiko volatilitas nilai tukar.
Selain itu, untuk menjaga laba perseroan tahun ini, perseroan melakukan efisiensi operasional. Misalnya, dalam kegiatan pemeliharaan, kunjungan lapangan, dan peningkatan produktivitas. Di saat bersamaan, perseroan berusaha menjaga agar kegiatan investasi tidak terganggu.
"Kenaikan biaya pasti ada tetapi kami mencoba bagaimana melakukan efisiensi di pengeluaran yang lain," ujarnya.
Sebagai informasi, depresiasi tajam mata uang lira terhadap dolar AS sepanjang tahun ini telah menyeret sejumlah mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia.
Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), per Rabu (15/8), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih bertengger di level Rp14.621 atau lebih tinggi dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yakni Rp13.400.
(agi/bir)