Jakarta, CNN Indonesia --
Standard & Poor's (S&P) memutuskan untuk memangkas peringkat utang
Turki menjadi
'junk' atau sampah karena gejolak mata uang dan ekonomi yang melanda negara tersebut belakangan ini.
Selain itu, pemangkasan peringkat utang juga dilakukan karena lembaga pemeringkat tersebut memperkirakan gejolak mata uang Turki masih berlangsung hingga tahun depan.
Selain itu, S&P juga memperkirakan bahwa dalam beberapa waktu ke depan, ekonomi Turki masih akan mendapat tekanan hebat. Selain dari lira, tekanan mereka perkirakan juga akan datang dari inflasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam empat bulan ini mereka memperkirakan inflasi di Turki akan mencapai puncaknya di level 22 persen.
Walaupun mengalami tekanan hebat, S&P belum melihat adanya kebijakan nyata yang diambil Turki untuk mengatasi masalah tersebut.
"Kebijakan mereka masih terbatas, peringkat mencerminkan ekspektasi kami bahwa volatilitas ekstrim lira akan merusak ekonomi Turki sampai paling tidak tahun depan. Kami masih memperkirakan Turki mengalami resesi ekonomi," katanya seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (18/8).
Kondisi ekonomi Turki belakangan ini bergejolak.
Akhir pekan lalu, lira, mata uang Turki terjerembab hingga 18 persen.
Masalah tersebut salah satunya dipicu oleh penahanan seorang pendeta Amerika Serikat (AS) oleh Turki. Penahanan tersebut memicu kemarahan Presiden AS Donald Trump.
Trump langsung menjatuhkan sanksi pada Turki dengan melipatgandakan tarif impor baja dan aluminium dari Turki.
Tindakan tersebut dibalas oleh Turki. Melalui akun twitternya, Wakil Presiden Turki Fuat Oktay mengatakan bahwa negaranya akan membalas AS dengan memberlakukan tarif tinggi pada produk impor asal Negeri Paman Sam tersebut.
Produk yang disasar; mobil, alkohol dan rokok.
Untuk mobil, tarif yang akan dikenakan mencapai 120 persen. Sementara itu untuk alkohol, tarif yang akan dikenakan mencapai 140 persen.
(reuters)