Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (
ESDM) resmi memperketat penggunaan barang impor pada sektor energi dan sumber daya.
Hal itu diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1953K/06/MEM/2018 tentang Penggunaan Barang Operasi, Barang Modal, Peralatan, Bahan Baku dan Bahan Pendukung Lainnya yang Diproduksi di Dalam Negeri pada Sektor ESDM.
Dalam beleid yang diteken Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 5 September 2018 lalu itu, badan usaha yang bergerak di sektor ESDM dalam melaksanakan kegiatan usahanya wajib menggunakan barang operasional, barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya yang diproduksi di dalam negeri sepanjang memenuhi kualitas/spesifikasi, waktu penyerahan dan harga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Badan usaha tidak akan diberikan fasilitas impor (masterlist) dalam hal barang operasi, barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Bambang Gatot Ariyono saat memberikan sosialisasi kepada perwakilan perusahaan tambang di kantornya, Jumat (7/9).
Untuk memastikan peraturan tersebut berjalan, lanjut Bambang, pihaknya akan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada para pengusaha tambang.
Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sektor pertambangan sendiri sudah cukup tinggi yaitu di kisaran 70 persen. Pasalnya, rata-rata barang dan alat operasi sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Impor dilakukan untuk mesin berteknologi tinggi yang belum diproduksi di Indonesia.
Upaya memperketat impor relevan dilakukan saat ini mengingat neraca dagang masih dalam kondisi defisit. Padahal, kurs rupiah dalam kondisi tertekan..
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sepanjang Januari - Juli 2018, defisit neraca dagang mencapai US$3,09 miliar. Sebagai pembanding, pada periode yang sama tahun lalu, neraca dagang masih tercatat surplus US$7,39 miliar.
(agi)