Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan Amerika Serikat (
AS) yang beroperasi di
China banyak mengalami kerugian akibat
perang dagang. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Kamar Dagang AS (AmCham) China dan Amcham Shanghai terhadap 430 perusahaan Negeri Paman Sam di China pada periode 29 Agustus dan 5 September lalu, diketahui, perang dagang telah menekan usaha mereka.
Sekitar 60 persen perusahaan yang disurvei menyatakan perang dagang telah menekan perolehan laba perusahaan dan menaikkan biaya produksi. Perang dagang juga telah menekan permintaan barang.
Sementara itu, 52 persen responden lainnya menyatakan perang dagang telah menghambat usaha mereka. Pasalnya, perang dagang membuat proses izin pabean melambat dan pemeriksaan makin berbelit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Amcham Shanghai Eric Zheng mengatakan survei tersebut menegaskan perang dagang memang lebih banyak mendatangkan kerugian dibanding manfaat. "Survei menegaskan kekhawatiran kami. Perang dagang sudah berdampak buruk. Kami mendukung upaya Presiden Trump mengatasi ketidakadilan dagang, tapi tidak dengan ini, upaya bisa dilakukan dengan cara lain," katanya seperti dikutip dari Reuters, Kamis (13/9).
Presiden AS Donald Trump melancarkan perang dagang salah satunya terhadap China. Ia telah memberlakukan tarif tinggi atas produk impor asal China bernilai US$50 miliar dan dibalas Negeri Tirai Bambu.
China membalas dengan memberlakukan tarif dan nilai barang yang sama. Trump berencana akan melancarkan serangan dagang lagi.
Ia telah mengancam akan memberlakukan tarif tinggi atas impor bernilai US$200 miliar dari China, bila negara tersebut tidak menghentikan kecurangan dagang yang dituduhkan Trump. Hasil survei AmCham China dan Shanghai menunjukkan kalau lanjutan perang dagang tersebut benar-benar terjadi, kerugian industri AS di China akan membengkak.
Hampir 70 persen responden menyatakan pengenaan tarif atas impor bernilai US$200 miliar asal China akan memberikan pukulan telak bagi mereka. Kalau kondisi terus berlangsung, sepertiga perusahaan yang disurvei menyatakan mempertimbangkan untuk merelokasi fasilitas industri mereka dari China ke Asia Tenggara atau India.
Sementara itu, enam persen lainnya menyatakan akan merelokasi usaha meka ke AS dan sepertiga lainnya menyatakan akan menunda atau membatalkan rencana investasi karena perang dagang telah menimbulkan ketidakpastian bisnis.
(reuters)