Jakarta, CNN Indonesia -- Ekonom Senior Anwar Nasution mengusulkan Presiden
Joko Widodo mencopot Menteri Keuangan
Sri Mulyani dan Menteri BUMN
Rini Soemarno. Kinerja keduanya dinilai tak mumpun sehigga tak banyak membantu di tengah kebutuhan negara menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
"Menteri Keuangan saat ini tidak bisa menarik pajak. Jadi Indonesia terus berutang. Yang membeli asing, tak heran kalau bunga AS naik, nilai tukar rupiah terganggu," ujar Anwar, Jumat (14/9).
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia ini juga menyebut Sri Mulyani kurang tegas dalam mengerek penerimaan pajak. Tak heran rasio pajak tak bergeser dari kisaran 11 persen, padahal negara tengah membutuhkan pembiayaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Singapura, yang tidak membayar pajak dikejar terus. Di sini, jarang yang di bawa ke pengadilan kalau tidak bayar pajak," ungkap dia.
Berdasarkan data APBN kita, realisasi pembiayaan utang neto hingga Juli 2018 mencapai Rp221,94 triliun dari total rencana Rp414 triliun. Adapun total utang pemerintah mencapai Rp4.253 triliun.
Sri Mulyani sebelumnya juga mengaku dirinya sebenarnya malu dengan rasio pajak
(tax ratio) Indonesia yang masih di bawah 12 persen.
Ia belum lama ini bercerita, saat menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia beberapa tahun lalu, ia ikut mengkategorikan rasio pajak di 186 negara ke dalam kelompok negara berpendapatan maju, menengah, dan rendah. Di liga mana pun, rasio pajak Indonesia terbilang rendah.
Bersama rekannya kala itu, ia sempat mempertimbangkan penetapan batas minimal
(threshold) rasio pajak sebesar 15 persen.
"Waktu saya pulang lagi ke Indonesia dan menemui bahwa rasio pajak kita masih di bawah 12 persen saya kan malu ngomong sama teman-teman di sana (Bank Dunia) bahwa Indonesia, negaranya Direktur Pelaksana,
tax ratio-nya 12 persen," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Senin (6/8).
Namun, Sri Mulyani menegaskan pemerintah tak akan berdiam diri membiarkan rendahnya rasio pajak. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui reformasi di sektor pajak secara menyeluruh mulai dari regulasi, Sumber Daya Manusia (SDM), hingga teknologi dan informasi.
Selain Sri Mulyani, Anwar juga menyoroti kinerja Rini yang tak berprogres. BUMN, menurut dia, banyak tertinggal dari perusahaan-perusahaan swasta. Tak mengherankan ekspor Indonesia tak mampu membantu mengangkat nilai tukar rupiah di tengah aliran modal asing deras keluar.
"Coba lihat pabrik kertas BUMN? Eka Cipta bisa ekspor, kenapa BUMN malah hampir mati. CPO juga begitu, dimana PTPN," ungkap dia.
(agi)