Penjelasan Sri Mulyani soal Rupiah dan Kerja Pemerintah

Agustiyanti | CNN Indonesia
Sabtu, 15 Sep 2018 15:43 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan sejumlah kondisi yang menyebabkan nilai tukar rupiah melemah dan upaya yang tengah dilakukan pemerintah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah guna menjaga perekonomian di tengah tensi tinggi perekonomian global. Salah satunya memperbaiki neraca pembayaran yang pada tahun ini mengalami perubahan drastis dan mempengaruhi nilai tukar rupiah.

"Neraca pembayaran Indonesia menghadapi perubahan yang sangat drastis pada 2018. Inilah yang harus diwaspadai oleh kita semua tanpa harus menjadi panik.," ujar Sri Mulyani dalam laman resmi Facebook-nya, dikutip Sabtu (15/9).

Ia memaparkan, pada 2016 dan 2017, kondisi transaksi berjalan yang terdiri dari neraca perdagangan, jasa, dan pendapatan primer mengalami defisit masing-masing sebesar US$17 miliar (US$1,8 persen terhadap PDB) dan US$17,3 miliar (1,7 persen terhadap PDB). Namun, kondisi tersebut dapat ditutup oleh arus modal dan keuangan yang mencapai US$29,3 miliar pada 2016 dan US$29,2 miliar pada 2017.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alhasil, neraca pembayaran pada 2016 dan 2017 mencatatkan surplus sebesar US$12,1 miliar dan US$11,6 miliar. Tak heran, cadangan devisa Indonesia meningkat bahkan mencatatkan pencapaian tertinggi sebesar US$132 miliar.


"Memasuki 2018. normalisasi kebijakan moneter menyebabkan pembalikan arus modal dan keuangan dari negara emerging ke Amerika Serikat," ungkap dia.

Kondisi ini, menurut dia, menyebabkan neraca pembayaran mengalami tekanan, karena arus modal ke Indonesia yang sebelumnya mencapai diatas US$29 miliar pada 2016 dan 2017, hanya mencapai US$6 miliar dalam semester 1 2018. Penurunan tajam arus modal tersebut ini makin diperparah dengan defisit transaksi berjalan pada semester pertama 2018 yang justru meningkat menjadi USD 13,7 miliar.

"Ini membuat secara keseluruhan neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit sebesar US$8,2 miliar. Hal ini menggerus cadangan devisa dan menekan nilai tukar rupiah. Masalah inilah yang sedang ditangani pemerintah," ungkap dia.

Adapun salah satu langkah yang dapat dilakukan pemerintah saat ini adalah mengendalikan defisit transaksi berjalan. Ini dapat dilakukan dengan dua cara, yakni meningkatkan ekspor dan mengendalikan impor baik untuk barang maupun jasa. "Kelihatannya mudah, namun ini memerlukan kerja keras bersama," jelas dia.


Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengendalikan impoor. Mulai dari pengenaan pajak impor pada barang-barang tertentu, penggunaan biodisel B20 sebagai pengganti solar (untuk membatasi impor bahan bakar minyak), serta peningkatan penggunaan komponen lokal pada proyek infrastruktur.

"Pemerintah juga melakukan seleksi terhadap proyek-proyek infrastruktur yang memiliki konten impor besar untuk ditunda. Pemerintah juga menggunakan insentif fiskal seperti tax holiday dan tax allowance untuk investasi dalam negeri dalam rangka membangun instrumen hulu dan substitusi impor," jelas dia.

Di sisi lain, Sri Mulyani juga mengklaim pemerintah juga telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk menggejot ekspor. Salah satunya melalui penyederhanaan perizinan.

"Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan arus modal dan keuangan masuk ke Indonesia dilakukan dengan meningkatkan daya tarik investasi di Indonesia," jelas dia. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER