ANALISIS

Hati-hati Target Ekonomi Meleset 'Diguncang' Gempa

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Rabu, 03 Okt 2018 17:17 WIB
Bencana gempa bumi di Lombok dan Palu disebut dapat menghambat pertumbuhan ekonomi tahun ini yang ditargetkan mencapai 5,2 persen.
Ilustrasi gempa Palu. (CNN Indonesia/Adhi )
Jakarta, CNN Indonesia -- Posisi Indonesia yang berada di atas rangkaian titik api (ring of fire) membuat gempa bumi rawan terjadi di Bumi Pertiwi. Belum selesai penanganan gempa di Lombok, gempa disusul tsunami mengguncang wilayah Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat (3/10).

Bukan hanya menelan korban jiwa hingga menyentuh ribuan, ekonomi daerah yang diguncang bencana sudah pasti lumpuh. Di Palu, jaringan listrik dan komunikasi sempat terhenti. Tak hanya itu, banyak bangunan dan jaringan konektivitas yang rusak yang tentu mempersulit kegiatan ekonomi di sana.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menghitung total kerugian akibat bencana Lombok mencapai Rp12 triliun. Sedangkan untuk bencana Palu dan Donggala, total kerugiannya masih dihitung. Namun, pelaku usaha ritel saja mengaku mengalami kerugian Rp450 miliar akibat gempa di Palu dan Donggala. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah berujar, bencana alam yang melanda Indonesia bisa menghilangkan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 3 persen. Ia lantas mencontohkan kerugian ekonomi yang perlu ditanggung saat gempa dan tsunami Aceh berlangsung pada 2004 dan Yogyakarta pada 2006 silam.

"Kalau kita ingat Aceh waktu tsunami itu bencana cost-nya adalah US$4,5 miliar. Yogyakarta waktu mengalami kehilangan 30 persen dari PDB daerahnya," ungkap Sri Mulyani.

Sebetulnya, pengaruh bencana alam terhadap pertumbuhan ekonomi tak hanya terjadi di Indonesia saja.


Komisi Amerika Latin dan Karibia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pernah melakukan penelitian mengenai dampak bencana alam terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara Amerika Latin yang notabene juga rawan bencana, terutama badai.

Penelitian itu menyebut pertumbuhan ekonomi yang melambat akan terjadi di tahun pertama setelah bencana. Namun, pertumbuhan ekonomi akan kembali normal setidaknya dalam tiga tahun sesudah bencana.

Selain itu, International Monetary Fund (IMF) juga pernah mengkaji dampak bencana alam terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara Pasifik. Menurut penelitian tersebut, bencana alam bisa membuat pertumbuhan ekonomi yang negatif dan bahkan memperparah neraca perdagangan dan kebijakan fiskal.

Berkaca dari kajian-kajian tersebut, gempa Lombok dan Palu kemungkinan akan menghambat pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,2 persen. Meski demikian, bencana di kedua tempat itu tak akan membuat ekonomi secara nasional mandek.


Direktur Riset Center of Reform On Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan dampak dari dua bencana itu sangat kecil pengaruhnya ke pertumbuhan ekonomi nasional karena skala ekonomi kedua wilayah yang kecil.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di kuartal II lalu, kawasan Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi secara keseluruhan hanya menyumbang 9,26 persen terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 5,27 persen. Adapun dilihat secara lebih detail, NTB dan Sulawesi Tengah hanya menyumbang 1,22 persen dan 1 persen terhadap PDB Indonesia.

Faisal mengatakan dampak dari bencana akan berbeda jika terjadi di daerah yang punya pengaruh cukup besar terhadap PDB nasional. Misalnya, Pulau Jawa yang berkontribusi 58,61 persen dari seluruh PDB.

"PDB di Palu dan Lombok ini sangat kecil kontribusinya ke angka nasional, jadi kalau dampak bencana di dua lokasi itu saya rasa tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Beda kasus kalau bencana alam terjadi di Jakarta yang memegang 16 persen dari PDB," jelas Faisal.

Pertumbuhan ekonomi secara nasional boleh jadi tidak terpengaruh. Namun, itu bukan berarti pemerintah boleh meremehkan percepatan pemulihan ekonomi di dua lokasi tersebut. Sebab, begitu bencana alam terjadi, empat komponen pertumbuhan ekonomi seperti konsumsi, belanja pemerintah, investasi, hingga ekspor terhambat.
Ilustrasi gempa Palu. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Ia mencontohkan, bencana yang terjadi di Palu membuat masyarakat tak punya akses untuk memenuhi konsumsi. Infrastruktur yang rusak juga membuat Palu tak bisa melakukan perdagangan antardaerah. Sedangkan bencana di Lombok, menurut dia, membuat investasi bisa terpengaruh, khususnya yang berkaitan dengan pariwisata.

"Untuk Palu, karena dia adalah ibukota sehingga bisa kena ke Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Tengah. Tapi untuk Lombok, mungkin dampaknya ke pariwisata. Tapi pembentik PDB NTB dari pariwisata sepertinya tidak begitu besar, karena pembentuk PDB NTB paling tinggi adalah pertambangan," ungkap dia.

Menurutnya, kemampuan suatu daerah untuk bangkit dari bencana ini tergantung dari kesigapan pemerintah dalam melakukan rehabilitasi. Sebetulnya, lanjut Faisal, tidak ada periode yang optimal bagi suatu daerah untuk kembali bangkit dari bencana. Semua tergantung dari skala bencana yang dihadapi.

"Kalau misalkan memang konstruksi semuanya hancur, mungkin bisa jadi diperlukan waktu hingga 10 tahun agar kegiatan ekonomi mereka bisa berjalan dengan normal," kata dia.

Pendapat berbeda dilontarkan oleh Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati. Meski kontribusi dua lokasi itu sangat kecil terhadap PDB nasional, namun bencana alam juga berdampak terhadap wilayah lain yang kegiatan ekonominya berkaitan langsung dengan Lombok dan Sulawesi Tengah.

Ia mencontohkan, industri tekstil dan pakaian jadi yang terkonsentrasi di pulau Jawa jadi tidak bisa mengirimkan produksinya ke Palu karena konektivitasnya rontok diterjang bencana alam.


"Tetap signifkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi karena di sana ada konektivitas yang terganggu dan menghambat perdagangan antar daerah. Sementara perdagangan antar daerah juga kan berpengaruh ke daerah lain, kalau intensitasnya berkurang kan akan mengurangi produksi," jelas Enny.

Kondisi ini diperparah dengan penurunan konsumsi di wilayah bencana, yang disebutnya merupakan dampak ekonomi langsung dari bencana. Selain itu, produksi industri manufaktur juga terhenti, sehingga investasi dan impor bahan baku dari wilayah lain ikut terhenti.

Senada dengan Faisal, ia juga tak menyebut berapa lama waktu yang seharusnya dibutuhkan pasca bencana demi mengembalikan kondisi seperti semula. Kalau memang skala bencananya besar, tidak ada salahnya bagi pemerintah untuk menggunakan bantuan internasional agar kegiatan ekonomi cepat pulih.

"Kalau rehabilitasi ini yang penting ada sumber pembiayaan dan juga infrastruktur demi recovery. Semakin cepat penanganannya, pemulihan bisa semakin cepat," pungkas dia. (agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER