Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator bidang Perekonomian
Darmin Nasution mengaku langkah
Bank Indonesia (BI) kembali mengerek suku bunga acuannya dapat menekan
pertumbuhan ekonomi. Kendati demikian, ia menilai kenaikan bunga tersebut memang dibutuhkan.
Menurut Darmin, keputusan BI menaikkan bunga acuannya adalah sikap normal otoritas moneter dalam mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat
(Fed Rate). Tanpa kenaikan bunga acuan BI, ia khawatir ekonomi Indonesia bisa tertekan lagi, terutama dari sisi arus modal keluar
(capital otflow)."Kalau sudah memilih antara stabilitas atau pertumbuhan ekonomi, ya kalau stabilitasnya terancam, stabilitas dulu yang diurusi," ungkap Darmin di kantornya, Jumat (28/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan, aksi stabilisasi ekonomi ini sudah seharusnya diimbangi dengan kebijakan yang pro pertumbuhan. Utamanya, yang berkaitan dengan investasi agar pertumbuhan ekonomi tak begitu tertekan. Terlebih berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan Pembentuk Modal Tetap Bruto (PMTB) di kuartal II ada di angka 5,87 persen atau lebih rendah dibanding tiga kuartal sebelumnya.
Saat ini, menurut dia, pemerintah juga telah merumuskan beberapa kebijakan untuk meningkatkan minat investasi. Hanya saja, ia enggan menyebut jenis paket kebijakan tersebut.
"Untuk masalah kebijakan ini, belum waktunya saya cerita," kata dia.
BI sudah tercatat menaikkan suku bunga 7DRRR sebanyak 150 basis poin (bps) atau 1,5 persen sejak Mei kemarin sebagai respons atas kebijakan The Fed yang juga sudah menaikkan Fed Rate 150 basis poin sepanjang tahun ini.
Langkah ini juga dilakukan demi meredam tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang 2018. Menurut data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rupiah sudah terdepresiasi 10,24 persen terhadap dolar AS di tahun ini.
(glh/agi)