Harga Sawit Anjlok, Moody's Sebut Peringkat Produsen Berisiko

Tim | CNN Indonesia
Jumat, 05 Okt 2018 10:30 WIB
Moody's Investors Service mengatakan pelemahan harga minyak sawit (CPO) akan menimbulkan tantangan peringkat kredit bagi sejumlah produsen minyak sawit.
Moody's Investors Service mengatakan pelemahan harga minyak sawit (CPO) akan menimbulkan tantangan peringkat kredit bagi sejumlah produsen minyak sawit. (ANTARA FOTO/Rony Muharrman).
Jakarta, CNN Indonesia -- Moody's Investors Service mengatakan harga minyak sawit (crude palm oil/CPO) akan menimbulkan tantangan peringkat kredit bagi sejumlah produsen minyak sawit jika mereka tetap pada level saat ini. Harga CPO tercatat 2.065 Ringgit per ton pada akhir September, atau telah menurun 14 persen sejak awal 2018 dan berada di level terendah sejak 2015.

Hal ini diungkapkan dalam laporan bertajuk "Minyak sawit Asia: Kualitas kredit berisiko jika harga CPO tetap pada titik rendah dalam siklus harga," yang ditulis oleh Analis Moody's Investors Service Maisam Hasnain dan Diana Beketova.

Maisam Hasnain mengungkapkan pelemahan harga CPO yang berlanjut akan memberi risiko terhadap metrik kredit dari empat perusahaan kelapa sawit yang dinilai perusahaan selama 12-18 bulan ke depan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Tetapi permintaan minyak sawit yang terus meningkat akan mendukung profil kredit mereka dalam jangka menengah hingga panjang," ujar Hasnain seperti dikutip dalam hasil risetnya, Kamis (4/10).

Pihaknya mengaku berharap pemerintah Indonesia dan Malaysia, sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, akan mempertahankan kebijakan yang mendukung industri sawit mereka masing-masing. Pasalnya, hal itu akan terus memberikan fondasi berharga bagi peringkat perusahaan di sektor tersebut.

Laporan tersebut mengidentifikasi tiga risiko utama yang dapat mengganggu pendapatan dan laba perusahaan minyak sawit selama 12-18 bulan ke depan.


Pertama, dari sisi penawaran. Tingkat persediaan minyak sawit yang ada di Malaysia dan Indonesia dapat semakin memperlemah harga jual CPO. Kedua, di sisi permintaan, peningkatan tarif bea impor dan pembatasan tambahan yang ditetapkan oleh negara pengimpor CPO terbesar, seperti India, akan melemahkan permintaan dan menyebabkan volume penjualan menyusut.

Ketiga, harga minyak kedelai yang menurun juga dapat menekan harga jual CPO, karena komoditas itu merupakan subtitusi minyak sawit yang selama ini pergerakan harganya relatif sama.

Kendati demikian, Moody's mengatakan bahwa konsumsi minyak sawit berpeluang tumbuh dan tetap solid di negara-negara seperti Indonesia, India, dan China dalam jangka menengah hingga panjang. Hal itu dipicu pertumbuhan ekonomi masing-masing negara yang mendukung kualitas kredit produsen.


Peringkat Korporasi

Berdasarkan perusahaan yang dinilai oleh Moody's, sebanyak empat perusahaan produsen sawit akan menghadapi risiko penurunan peringkat. Perusahaan asal Indonesia, Sawit Sumbermas Sarana Tbk dinilai menjadi perusahaan yang akan paling rentan terhadap pelemahan pendapatan. Hal itu jika harga CPO tetap rendah untuk jangka waktu yang panjang. Alasannya, karena perusahaan tersebut memperoleh hampir seluruh pendapatannya dari kegiatan hulu budidaya kelapa sawit dan produksi CPO. Saat ini, Sawit Sumbermas memiliki level B1 dengan prospek stabil.

Sementara itu, perusahaan asal Malaysia IOI Corporation Berhad (Baa2 stabil) diperkirakan paling sedikit terpapar dengan kondisi harga CPO yang tertekan, karena hanya lini bisnis penjualan CPO hanya berkontribusi 3 persen terhadap omzet perseroan. Sisanya, memanfaatkan bisnis hilir dengan biaya bahan baku yang rendah.
(lav/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER