Jakarta, CNN Indonesia -- Perlahan tapi pasti, nilai tukar
rupiah terus melemah sejak awal tahun. Sebaliknya, kurs
dolar Amerika Serikat (AS) justru kian mahal dari hari ke hari. Saat ini, US$1 sudah setara Rp15.180. Padahal pada awal tahun dolar
AS masih Rp13.400.
Dolar AS yang semakin mahal, mungkin tidak memberi dampak secara langsung kepada masyarakat yang tidak sering bertransaksi menggunakan mata uang asal Negeri Paman Sam itu. Namun sebaliknya, bagi sebagian orang yang kerap bertransaksi menggunakan dolar AS, kondisi saat ini justru memberatkan.
Di kalangan pengusaha, ada satu instrumen dari Bank Indonesia (BI) yang bisa digunakan untuk meminimalisir beban dari kenaikan harga dolar AS;
swap hedging atau penukaran mata uang dengan jaminan lindung nilai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Instrumen ini memungkinkan pengusaha untuk mendapat harga kurs yang sama saat ia membeli dolar AS dan ketika akan menjualnya. Asalnya, hal itu dilakukan di atas kontrak dengan jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan.
Instrumen itu berlaku bagi pengusaha yang masuk kalangan besar. Namun, bagaimana dengan masyarakat yang mungkin sering bertransaksi dengan dolar AS, tapi nominalnya kecil? Caranya dengan memiliki tabungan dan deposito valuta asing (valas).
Seperti tabungan pada umumnya, tabungan valas merupakan bentuk simpanan nasabah di perbankan. Namun denominasi mata uang yang digunakan merupakan valas, seperti dolar AS maupun dolar Singapura, atau lainnya.
Sementara deposito valas merupakan simpanan yang ditahan dalam jangka waktu tertentu, misalnya 1 bulan, 3 bulan, dan seterusnya. Simpanan yang ditahan ini membuat bank akan memberikan bunga kepada nasabah.
Saat ini, ada beberapa bank di Indonesia yang menawarkan tabungan dan deposito valas ke masyarakat. Misalnya, tabungan dan deposito valas bertajuk Felas dari PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN. Bank pelat merah itu menawarkan tabungan dan deposito dalam denominasi dolar AS dan dolar Singapura.
 Ilustrasi dolar. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono). |
Ketentuan pembukaan tabungan dan deposito ini sejatinya sama dengan ketentuan yang umum berlaku di sejumlah bank. Misalnya, tabungan dan deposito bisa dibuka nasabah di seluruh kantor cabang devisa BTN dengan batas waktu penyimpanan selama 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, sampai 24 bulan.
Pembedanya, biasanya terletak di bunga yang ditawarkan dan jumlah saldo minimum yang harus diendapkan. Untuk deposito Felas, Direktur BTN Budi Satria mengatakan nasabah setidaknya harus memiliki saldo atau setoran awal sebesar US$5 ribu atau setara jumlah itu bagi nasabah yang memilih denominasi dolar Singapura.
"Produk ini cocok untuk nasabah yang mempunyai kebutuhan valas, seperti membayar uang kuliah di luar negeri atau pembayaran lainnnya. Bisa juga untuk nasabah yang ingin berinvestasi di valas," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (5/10).
Lantas, bagaimana cara kerja tabungan dan deposito valas, sehingga bisa menguntungkan nasabah yang kerap bertransaksi dolar AS?
Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning Agustina Fitria mengatakan tabungan dan deposito valas bisa menguntungkan nasabah yang memiliki kebutuhan dan transaksi dolar AS tinggi karena ketersediaan likuiditas cenderung lebih pasti, sehingga membuat arus kas yang dibutuhkan terjamin.
"Misalnya, ada yang kuliah di luar negeri, jadi dari dalam negeri bisa memasukkan dana ke tabungan dan bisa ditarik dengan denominasi mata uang yang sama," ujarnya.
Selain itu, bila ditaruh di deposito, dana simpanan yang belum terpakai setidaknya bisa mendapat bunga, sehingga menambah jumlah simpanan. Umumnya, bank memberikan bunga sekitar 2-3 persen sesuai ketentuan waktu penyimpanan.
Di sisi lain, bila tabungan dan deposito valas yang dibuka berdenominasi dolar AS, bisa memberikan keuntungan tambahan dengan selisih kurs.
Pasalnya, dolar AS merupakan mata uang utama di dunia dan cenderung nilai kursnya lebih tinggi dari mata uang lain. "Dolar AS ini lebih universal dan hampir semua negara pasti menerima. Ini cocok untuk mereka yang sering melakukan perjalanan bisnis atau jalan-jalan," imbuhnya.
Kendati begitu, menurutnya, produk perbankan ini kurang cocok dijadikan instrumen investasi, apalagi jangka panjang. Pasalnya, bunga yang ditawarkan relatif rendah dibandingkan bunga deposito rupiah.
Namun, menurut Perencana Keuangan Tatadana Consulting Tejasari Assad, meski bunga yang ditawarkan relatif lebih rendah, nasabah sebenarnya bisa mencari celah untung dari deposito valas ketika kurs dolar AS tengah melejit seperti saat ini.
"Seperti saat ini, rupiah kan melemah sekitar 10-12 persen, itu lumayan untuk investasi. Jadi nilai tabungan yang sebelum rupiah melemah, ketika dicairkan maka setara kurs rupiah saat ini yang lebih tinggi," katanya.
Meski begitu, memang deposito valas sebagai instrumen investasi masih penuh ketidakpastian dan sifatnya musiman bergantung pada pergerakan mata uang di dunia.
"Tapi setidaknya ini bisa menjadi instrumen investasi
back up ketika kinerja saham sedang jelek seperti saat ini," ungkapnya.
Namun, ia menyarankan bila ingin menjadikan deposito valas untuk investasi, maka lebih baik menempatkan pada mata uang dolar AS. Sedangkan bila sekadar untuk menabung, bisa disesuaikan dengan kebutuhan transaksi valas, misalnya lebih sering untuk transaksi dolar Singapura atau dolar Australia.
(agt)