Nusa Dua, CNN Indonesia -- Pemerintah akan menerbitkan
Surat Berharga Syariah Negara Ritel atau
sukuk hijau bulan depan. Direktorat Jenderal Pengelolan Pembiayaan dan Risiko
Kementerian Keuangan (DJPRR Kemenkeu) menyebutkan penerbitan sukuk hijau untuk memenuhi kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (
APBN) 2019.
Direktur Jenderal Pengelolan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman belum merinci jumlah dana yang akan diserap dalam penerbitan sukuk hijau tersebut.
"Nanti November-Desember setelah diketok APBN, kami akan bikin pengumuman issuance untuk tahun depan terkait green sukuk," ujarnya di Bali, Selasa (9/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerbitan green sukuk diperlukan tak hanya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, namun merupakan instrumen pembiayaan yang berperan penting bagi kelestarian lingkungan hidup.
Sebab, green sukuk merupakan surat utang untuk pembiayaan proyek-proyek yang berorientasi pada pelestarian lingkungan hidup. Misalnya, untuk pengembangan proyek energi baru terbarukan, proyek transportasi minim emisi karbon, dan lainnya.
"Sekecil apapun langkah yang dapat saya lakukan untuk menjaga lingkungan ini, saya akan lakukan karena tantangan saat ini adalah bagaimana pembangunan selaras dengan upaya pelestarian," katanya pada kesempatan yang sama.
Sebelumnya, Indonesia berhasil menerbitkan green sukuk pertama di kawasan Asia Tenggara pada 22 Februari 2018. Kala itu, pemerintah menerbitkan green sukuk bertenor lima tahun sebesar US$1,25 miliar dan green bond bertenor 10 tahun senilai US$1,75 miliar. Kedua sukuk itu didaftarkan di bursa Singapura dan NASDAQ Dubai.
Vice President and Treasurer World Bank Arunma Oteh sempat menyanjung penerbitan green sukuk dan green bond pemerintah Indonesia. Pasalnya, langkah Indonesia dinilai tidak hanya mementingkan pemenuhan pembiayaan, namun peduli pada pelestarian lingkungan.
"Apabila pemerintah berkomitmen penuh untuk menyelesaikan permasalahan terkait lingkungan hidup, maka akan banyak investor dunia yang tertarik," tuturnya.
Pasar TerbatasMeski penerbitan green sukuk dianggap penting bagi pembiayaan proyek berorientasi kelestarian lingkungan, namun pasar surat utang syariah ini masih cukup terbatas peminatnya.
Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Emma Sri Martini mengatakan hal ini terbukti dari penerbitan green sukuk yang baru satu kali di Indonesia. Selain itu, penerbitan green bond yang sudah lebih dulu dilakukan Indonesia juga masih terbatas.
"Ini karena masih perlu edukasi dan literasi kepada pasar bahwa instrumen ini bisa digunakan. Selain itu, diperlukan insentif agar pasar tertarik," imbuh dia.
Di sisi lain, terbatasnya pasar green sukuk dan green bond terlihat dari kebutuhan pasar pembiayaan proyek hijau saat ini yang masih berorientasi pada pembiayan berdenominasi rupiah.
"Saat ini, underlying portofolio masih rupiah, sehingga pembiayaan yang datang mesti dalam rupiah. Meski sebenarnya sangat memungkinkan ke depan bila ada proyek yang membutuhkan underlying dolar AS, maka dibuat instrumennya," pungkasnya.
(uli/bir)