Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) berencana menerbitkan
sukuk Bank Indonesia pada tahun ini demi mendorong likuiditas di pasar uang. Instrumen itu bisa menjadi opsi lain bagi investor yang berminat terhadap surat utang berbentuk syariah.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan aset dasar atau underlying asset bagi sukuk itu nantinya adalah sukuk negara atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Ia mengklaim pembahasan penerbitan sukuk sudah mencapai tahap final.
"Sehingga sukuk itu tidak hanya untuk membiayai sektor riil, tapi juga mendorong likuiditas," ujarnya, Kamis (1/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, ia tak menyebut kapan pastinya sukuk itu akan dikeluarkan. Namun, untuk tenor atau jatuh temponya sendiri direncanakan tidak dalam jangka panjang, melainkan hanya dua minggu dan satu atau tiga bulan.
"Ini untuk mengembangkan yang selama ini hold to maturity, kami akan putarkan dengan mengeluarkan sukuk, jadi bisa diputar di pasar uang," jelas Perry.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjabarkan sejak 2009 hingga 2018 pemerintah telah merilis sukuk ritel sebesar Rp144,7 triliun dengan jumlah investor sebanyak 243.364 orang.
Kemudian, khusus sukuk tabungan sendiri jumlahnya sebesar Rp2,6 triliun dan dibeli oleh 11.338 orang. Dari jumlah sukuk tabungan yang diterbitkan, rata-rata nominal investasinya per orang sebesar Rp228 juta.
Terkait penggunaan sukuk negara, lanjut Sri Mulyani, pemerintah mengalokasikan raihan dana sukuk untuk membiayai 1.500 proyek infrastruktur sejak 2013 sampai 2018. Dana yang digelontorkan sendiri tercatat sebesar Rp62,4 triliun.
"Menurut saya jumlah 1.500 proyek ini masih kecil, masih bisa dinaikkan dan nilai proyeknya bisa ditingkatkan," tutur Sri Mulyani.
Sementara itu, pemerintah baru saja merilis instrumen SBSN terbaru bernama ST-002 dengan target perhimpunan dana sebesar Rp1 triliun. Masa penawaran surat utang berbasis syariah itu telah dibuka mulai hari ini hingga 22 November 2018 mendatang.
Direktur Surat Utang Negara Ditjen PPR Loto Srinaita Ginting mengatakan pemerintah tak menutup kemungkinan menaikkan target himpunan dana jika jumlah peminatnya lebih dari perkiraan semula. Namun, belum ada angka penambahan spesifik jika pembelian lebih dari Rp1 triliun.
"Ada ruang dinaikan targetnya, nanti akan kami monitor dari waktu ke waktu perkembangannya," tandasnya.
(aud/bir)