Keran Impor Dibuka, Pengamat Pertanyakan Data Ekspor Jagung

CNN Indonesia
Senin, 05 Nov 2018 19:35 WIB
Pengamat Pertanian mempertanyakan data ekspor jagung yang naik berkali-kali lipat tahun ini, padahal harga dalam negeri lebih tinggi dari harga internasional.
Ilustrasi jagung. (ANTARA FOTO/Rony Muharrman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat Pertanian Dwi Andreas Santoso mempertanyakan data ekspor jagung Kementerian Pertanian per Juli 2018 yang mencapai 380 ribu ton, meningkat hingga 744 kali dibanding tahun lalu yang hanya 45 ribu ton. Padahal, harga jagung di dalam negeri saat ini lebih tinggi dibandingkan harga internasional.

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Teknologi Bogor (IPB) itu memaparkan harga jagung internasional saat ini sebenarnya tengah mengalami tren penurunan. Data Food and Agriculture (FAO) menunjukkan rata-rata harga jagung internasional pada September 2018 berada di kisaran US$155,97 - US$175,25 per ton.

Jika dikonversi ke dalam rupiah, maka rata-rata harga jagung internasional tersebut Rp2,33 juta- Rp2,62 juta per ton (mengacu kurs Rp14.973). Itu berarti, rata-rata per kilogram (kg) berada di rentang Rp2.335-Rp2.624. Dengan kondisi itu, harga jagung internasional lebih rendah ketimbang harga jagung domestik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bagaimana bisa kita ekspor kalau harga domestik di atas Rp4 ribu. Jual di dalam negeri jauh lebih menguntungkan, kalau ekspor kita harus mengikuti harga internasional," kata Andreas kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/11).


Ia memaparkan Indonesia rutin ekspor jagung setiap tahunnya, khususnya dari wilayah Sulawesi. Alasannya, transportasi ke Filipina lebih mudah daripada pengiriman ke Pulau Jawa. Kondisi ini membuat produsen lebih memilih mengekspor ketimbang menjual jagung ke Pulau Jawa. Namun, peningkatan ekspor tahun ini membuat Andreas heran.

"Hanya yang ekspor tahun ini patut dipertanyakan, apa betul itu data ekspornya?" tuturnya.

Di sisi lain, Peneliti Indef Rusli Abdullah menyebut pemerintah hendaknya memprioritaskan ketersediaan jagung dalam negeri di atas ekspor. Sebab, meskipun telah berhasil menjadi eksportir jagung, kenyataan di lapangan, peternak dalam negeri berteriak kelangkaan pasokan jagung. Akibatnya, pemerintah membuka keran impor jagung sebesar 100 ribu ton pada Jumat (2/11) lalu.

Rusli mengatakan kondisi tersebut dipicu data produksi beras yang tidak valid. Kondisinya tidak berbeda jauh dengan data beras yang direvisi Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu lalu.

"Kementan ingin ekspor ini bagus, kita memang bisa ekspor, tapi dalam negeri keteteran. Jadi ada semacam kesalahan perhitungan, kita bisa ekspor tapi kecolongan dalam negeri," kata Rusli.


Selain itu, kecenderungan ekspor disebabkan ketimpangan distribusi jagung antara daerah produsen dengan pabrik pakan. Data Kementerian Pertanian menyebut dari 93 pabrik pakan di Indonesia, sebanyak 66 tersebar di Pulau Jawa, sementara di Sulawesi hanya ada 7 pabrik pakan dengan produksi jagung lebih dari 700 ribu ton. Hal ini membuat terjadi persaingan ketat dalam mendapatkan jagung pakan.

"Itu yang menyebabkan harga jagung mahal, jadi sebenarnya tersedia di luar Pulau Jawa, namun mendatangkan ke Jawa itu mahal," kata Rusli.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian bersikeras bahwa produksi jagung nasional sepanjang tahun ini surplus. Berdasarkan data yang dikantongi Kementan, proyeksi produksi jagung hingga akhir tahun ini mencapai 30,4 juta ton.

Surplus disumbang dari produksi Pulau Jawa sebanyak 11,6 juta ton dan di Luar Jawa sebanyak 18,4 juta ton. Sementara, konsumsinya secara nasional hanya mencapai 18 juta ton. (ulf/agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER