Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa bus berjajar rapi di pelataran salah satu gerai oleh-oleh di Jalan Sunset Road Kuta, Bali. Gerai yang menyerupai
supermarket produk khas
Bali itu tampak ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun asing.
Seorang turis asal Negeri Tirai Bambu memasuki gerai, mengambil barang-barang yang diinginkan. Makanan, minuman, pakaian, dan souvenir khas Pulau Dewata sudah tergeletak manis di keranjang. Setibanya di meja kasir, petugas pun memeriksa
barcode untuk mengakumulasi harga barang yang dibeli.
Alih-alih mengeluarkan uang tunai dari dompetnya, turis asal China itu mengeluarkan telepon seluler, dan membuka aplikasi bernama '
WeChat', kemudian menempelkan layar berisi
barcode pada mesin yang tersedia di kasir. blip... seketika transaksi pun selesai dengan cepat dan mudah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karyawan gerai yang tak ingin disebut namanya itu mengungkapkan transaksi menggunakan WeChat sudah dilakukan sejak beberapa bulan lalu. Biasanya, hanya turis asal China yang menggunakan transaksi tersebut. Para karyawan pun dilatih untuk bisa memproses transaksi uang elektronik asal China itu.
Dalam papan publikasi tertera Wechat bekerja sama dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebagai bank
settlement, dan AHDI sebagai perusahaan
switching yang turut membantu transaksi via WeChat Pay.
 Layanan transaksi Wechat di salah satu merchant. (CNN Indonesia/Lavinda) |
Setelah ditelusuri, AHDI merupakan entitas usaha dari Alto Network, perusahaan
switching asal Indonesia. Namun belum tercatat dalam Gerbang Pembayaran Nasional (GPN).
Padahal, dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/8/PBI/2017 tentang Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) disebutkan, setiap prinsipal asing yang memproses transaksi pembayaran ritel di indonesia harus bekerja sama dengan perusahaan
switching domestik yang sudah disetujui bank sentral.
Dalam aturan BI juga disebutkan, perusahaan uang elektronik yang ingin membuka layanan di Indonesia wajib menggandeng bank besar (BUKU IV). Seperti diketahui, BNI merupakan bank BUKU IV.
Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Bali Causa Iman Karana menyebutkan bank sentral telah melakukan survei dan pemantauan terkait transaksi uang elektronik asal Negeri Tirai Bambu itu beberapa waktu lalu.
Hasilnya, diketahui terdapat lebih dari 1.800 merchant Wechat Pay di Bali, baik toko oleh-oleh, hotel, restoran, maupun toko pakaian.
"Kami sudah melakukan pendataan dan beberapa kunjungan, kami buat semacam survei.
Merchant (WeChat) ada sekitar 1.800 lebih, selebihnya kami laporkan BI Pusat. Kebijakan sedang digodok," ujarnya kepada
CNNIndonesia, beberapa waktu lalu.
Dalam pemantauan tersebut, bank sentral mengetahui
merchant memperoleh dana sekitar tiga hari setelah proses transaksi dilakukan. Pembayaran diterima dari Wechat Pay melalui perusahaan
switching lokal. Wechat juga bekerja sama dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebagai bank
settlement.Meski transaksi sudah dilakukan antara
merchant lokal dan turis asing sejak beberapa bulan terakhir, regulator sektor keuangan belum memiliki pengaturan terkait penggunaan uang elektronik asing di Tanah Air.
Causa menyadari aktivitas ekonomi, terutama yang terkait dengan teknologi mutakhir seringkali bergerak dinamis lebih cepat ketimbang aturannya. Kendati demikian, regulator tetap berupaya mempercepat penerbitan kebijakan demi ketertiban aktivitas sektor keuangan.
Kebijakan yang sedang dikaji mempertimbangkan berbagai masalah, termasuk soal perjanjian transaksi keuangan antara negara, dan risiko perselisihan (
dispute) pembayaran tersebut.
"Sebenarnya aturan soal
e-money kan sudah ada. Ini transaksinya berkembang lebih cepat daripada aturannya, tapi semua sedang digodok kebijakannya di pusat (Bank Indonesia)," ungkapnya.
Sebenarnya beberapa bulan lalu terdapat pula transaksi menggunakan Alipay asal China, namun BI memberi larangan karena transaksi menggunakan kuotasi renminbi. Menurut dia, hal itu jelas-jelas melanggar aturan undang-undang. Sedangkan, saat ini BI membolehkan transaksi
Wechat Pay karena kuotasinya menggunakan mata uang rupiah.
Seperti diketahui, lanjut Causa, turis China sulit membawa devisa keluar negaranya. Jadi transaksi paling mudah, menurut dia, memang menggunakan uang elektronik. Hal itu akan berdampak positif menggerakkan ekonomi Bali, dan mendatangkan devisa lebih banyak.
(agi)