JK: Premi BPJS Kesehatan Bakal Dievaluasi Usai Pemilu

CNN Indonesia
Selasa, 13 Nov 2018 19:27 WIB
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan pemerintah bakal mengevaluasi besaran premi BPJS Kesehatan. Evaluasi akan dilakukan usai pelaksanaan pemilu 2019.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan pemerintah bakal mengevaluasi besaran premi BPJS Kesehatan usai pelaksanaan pemilu 2019. (REUTERS/Piroschka van de Wouw)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan pemerintah bakal mengevaluasi besaran premi BPJS Kesehatan. Evaluasi akan dilakukan usai pelaksanaan Pemilu 2019. Hal ini, kata JK, dilakukan untuk menghindari 'kegaduhan' jelang pilpres.

"Preminya memang terlalu murah dibanding dengan servis dan layanannya. Mungkin tahun depan harus kami evaluasi ulang preminya. Mungkin setelah pemilu lah," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (13/11).

JK tak menampik murahnya besaran premi saat ini menjadi pemicu defisit anggaran BPJS Kesehatan. Dari hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperkirakan defisit anggaran lembaga tersebut mencapai Rp10,5 triliun hingga akhir tahun ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Defisit ini disebut terjadi karena ketidakseimbangan antara penerimaan yang berasal dari peserta dan pengeluarannya yang terbilang cukup besar. "Ya bagaimana pun siapa yang pimpin BPJS Kesehatan saat ini tidak mungkin tidak defisit," katanya.

Selain besaran premi, lanjut JK, pemerintah juga bakal mendorong pemerintah daerah untuk memaksimalkan layanan dari BPJS Kesehatan. "Layanan juga akan dievaluasi, sampai batas mana. Jangan sampai tidak terbatas," ucap JK.

Sebagai catatan, penyesuaian iuran BPJS Kesehatan terakhir kali dilakukan pada 2016 silam melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016. Melalui beleid itu, iuran peserta kelas I per bulan berubah dari Rp59.500 ke Rp80 ribu, kelas II berubah dari Rp42.500 ke Rp51 ribu, dan kelas III disesuaikan dari Rp25.500 ke Rp30 ribu.

Biaya kesehatan yang meningkat disertai membludaknya kepesertaan ditengarai membuat nilai iuran saat ini terdengar tidak relevan lagi. Sesuai amanat pasal 16i Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018, besaran iuran memang harus ditinjau kembali setiap dua tahun.

(pris/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER