Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Perhubungan (Menhub) masih pikir-pikir untuk merelaksasi batasan maksimal kepemilikan investor asing pada usaha bandar udara dan pelabuhan. Pasalnya,
bandara dan
pelabuhan merupakan objek vital strategis negara.
"Kalau pengusahaannya asing, misal kita ada kebutuhan strategis seperti bencana dan keamanan itu menjadi riskan," ujar Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubungan Cris Kuntadi usai menghadiri rapat koordinasi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Selasa (13/11).
Cris mengungkapkan Kemenhub menangkap permintaan dari sejumlah pihak yang ingin batas maksimal kepemilikan asing pada usaha bandar udara dan pelabuhan diperbesar. Namun, Cris mengingatkan objek vital strategis nasional keamanannya dijamin oleh undang-undang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Revisi DNI terakhir kali dilakukan pada 2016 dengan pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Dalam Perpres 44/2016, penanaman modal asing untuk jasa bandar udara dan pelabuhan maksimal 49 persen. Artinya, mayoritas kepemilikan bandaran dan pelabuhan harus dikuasai oleh negara atau investor lokal.
"Kami ingin memberikan kemudahan supaya mereka (asing) bisa menjadi mayoritas tetapi secara aturan belum bisa," ujar Cris.
Di sisi lain, Kemenhub mempertimbangkan untuk merelaksasi batas maksimal kepemilikan investor asing pada angkutan multimoda. Dalam Perpres 44/2016, kepemilikan asing pada angkutan multimoda maksimal 49 persen.
"Kami sedang mengkaji apakah asing bisa lebih dari itu (49 persen)," ujarnya.
(sfr/agt)