Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (
ESDM)
Ignasius Jonan pesimistis porsi Energi Baru Terbarukan (
EBT) dalam bauran energi bisa mencapai 23 persen pada 2025.
Sebelumnya, penetapan target sesuai dengan komitmen pemerintah dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-bangsa atau bisa disebut dengan COP21 Paris pada 2015 silam.
"Saya khawatir tidak bisa mencapai 23 persen kalau melihat perkembangan sekarang," ujar Jonan di sela peluncuran Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) di Hotel Pullman Thamrin Jakarta, Kamis (15/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jonan memperkirakan porsi EBT pada bauran energi hanya akan bertengger pada kisaran 20 persen pada 2025. Per akhir kuartal III 2018, porsi EBT pada bauran energi kelistrikan baru mencapai 12,32 persen. Sementara itu, di sektor transportasi, baru berkisar 12 persen.
Di sektor kelistrikan, Jonan mengingatkan pemerintah harus memperhatikan investasi EBT yang relatif besar tidak mengerek tarif listrik. Pasalnya, negara harus menjamin listrik bisa menjangkau seluruh masyarakat mengingat hingga kini rasio elektrifikasi di Indonesia belum mencapai 100 persen.
Di sektor transportasi, mesin kendaraan yang berbahan bakar bensin hanya bisa dicampur oleh jenis Bahan Bakar Nabati jenis etanol. Sementara itu, produksi etanol di dalam negeri masih minim. Sebagai catatan, etanol bisa dihasilkan dari tebu, nira, ketela pohon, dan jagung yang juga dikonsumsi manusia. Untuk itu, Jonan berharap ada industri pertanian yang bisa memasok bahan pembuat etanol.
"Kalau skala laboratorium kecil-kecil etanol bisa dihasilkan dari berbagai macam. Coba skala nasional, mana bisa?" ujarnya.
Meski sulit dicapai, pemerintah tetap berupaya meningkatkan pemanfaatan EBT baik di sektor ketenagalistrikan dan transportasi. Di sektor ketenagalistrikan, sumber daya panas bumi masih menjadi andalan.
Jonan menyebutkan, sejumlah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sudah berjalan dan akan diselesaikan di berbagai daerah.
"Dari panas bumi, mungkin dalam tujuh tahun (2025) porsi EBT bisa bertambah 2 persen, 3 persen pada bauran energi di bidang kelistrikan," ujarnya.
Selain panas bumi, pemerintah juga mengandalkan sumber daya air, angin, dan surya. Bulan ini, lanjut Jonan, pemerintah akan menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) terkait Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.
"Arahan Bapak Presiden, kita negara tropis masa PLTS kurang. Ini akan dikeluarkan peraturan untuk semua pelanggan PLN baik rumah tangga atau nonrumah tangga itu memasang panel surya atap sehingga bisa impor-ekspor listriknya dari dan ke PLN," ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa target porsi EBT masih mungkin tercapai jika pemerintah membuat inovasi kebijakan, regulasi, dan insentif. Misalnya, daripada mensubsidi tarif listrik untuk golongan pelanggan 450 Volt Ampere (VA), pemerintah sebaiknya mensubsidi pembelian instalasi panel surya yang bisa digunakan hingga 25 tahun bagi masyarakat tidak mampu.
"Di surya saja, kalau pemerintah keluar regulasi yang benar ada insentif, target 23 persen bisa tercapai. PLTA Atap itu potensinya besar bisa mencapai 12 sampai 13 GigaWattPeak di Jawa sampai 2025," ujarnya.
(sfr/lav)