Jakarta, CNN Indonesia -- PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau
Inalum mengaku masih mengejar dokumen pelaporan persaingan usaha (
anti-trust filing) dari dua negara, yakni
China dan Filipina.
Anti-trust filing ini merupakan salah satu syarat dalam proses divestasi 51,23 persen saham milik PT
Freeport Indonesia yang harus digenggam oleh Inalum.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan saat ini perseroan telah memperoleh dokumen
anti-trust dari Jepang dan Korea Selatan. Sementara itu, dokumen
anti-trust Indonesia baru bisa terbit setelah transaksi divestasi rampung, sehingga kini Inalum mengejar dokumen anti-trust dari China dan Filipina.
"Kami kejar lima negara, namun yang belum keluar adalah China dan Filipina. Kami harap dua negara ini sudah memberi persetujuan paling lambat Desember ini," jelas Budi, Kamis (22/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan perolehan
anti-trust filing paling lama memang terdapat di China. Sebab menurutnya, Negeri Tirai Bambu tersebut merupakan salah satu importir bijih tembaga terbesar dunia. Jika ada aksi korporasi yang terkait suplai tembaga, maka hal itu harus mendapat persetujuan dari China agar ekspor tembaga bisa moncer.
Maka itu, izin
anti-trust dari China nantinya akan terbit dalam bentuk izin impor. Meski terkesan sulit, namun Budi mengaku telah sowan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha China agar proses
anti-trust ini bisa cepat terbit.
"Kemarin saya baru dari China bertemu
State Administration for Market Regulation apakah bisa dibantu dan mereka tanggapannya positif," ujar dia.
Pelaporan
anti-trust merupakan satu dari lima tahapan yang perlu dipenuhi Indonesia sebelum memfinalisasi pengambilalihan saham 51 persen Freeport. Empat tahapan lain adalah pemenuhan kondisi prasyarat akuisisi saham, persiapan kebutuhan pendanaan divestasi, persetujuan perubahan anggaran dasar PT Freeport Indonesia, dan finalisasi transaksi saham.
Indonesia dipastikan bisa mendapat mayoritas saham Freeport setelah melakukan negosiasi ihwal kepastian operasional, masalah rezim perpajakan, dan kepastian pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (
smelter). Pembayaran transaksi jual beli saham Freeport Indonesia ditargetkan bisa terealisasi pada November 2018.
Dari rencana kepemilikan sebesar 51,23 persen, pemerintah telah mengalokasikan 10 persen saham Freeport untuk Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika. Hal itu sesuai penandatangan perjanjian antara Inalum dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika pada 12 Januari 2018 lalu.
Setelah proses divestasi rampung, pemerintah bisa menerbitkan IUPK permanen yang berlaku untuk 2x10 tahun setelah habis masa kontrak pada tahun 2021.
(glh/lav)