Hilirisasi, Inalum Investasi Rp150 Triliun

CNN Indonesia
Senin, 29 Okt 2018 07:13 WIB
Inalum mengklaim bakal mendorong hilirisasi produk di sektor pertambangan Tanah Air melalui investasi mencapai US$10 miliar dolar AS atau sekitar Rp150 triliun.
Ilustrasi alumunium ingot, produk Inalum. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum mengklaim bakal mendorong hilirisasi produk di sektor pertambangan Tanah Air melalui investasi mencapai US$10 miliar dolar AS atau Rp150 triliun.

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikit menjelaskan hilirisasi produk merupakan salah satu mandat yang diberikan pemegang saham kepada pihaknya selaku holding BUMN pertambangan. Saat ini, menurut dia, sejumlah kerja sama dengan pihak swasta punn telah ditandatangani dan siap berjalan.

Sejumlah proyek hilirisasi yang tengah dan sudah bergulir diantaranya di segmen aluminium, bauksit dan batubara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beberapa proyek besar ini merupakan langkah nyata kami dalam mendukung terjadinya nilai tambah produk di sektor tambang dan upaya mendukung penghematan devisa negara," ujar Direktur Utama Inalum Budi G Sadikin, seperti dikutip dari Antara, Senin (29/10).


Budi menjelaskan pihaknya saat ini, antara lain, tengah membangun pabrik aluminium primer dengan kapasitas 500 kiloton per annum beserta pembangkit listrik tenaga air dengan memanfaatkan sungai Kayan di Kalimantan. Investasi tersebut diperkirakan menelan investasi mencapai sekitar US$6 miliar atau sekitar Rp90 triliun.

"Ekspansi ke provinsi ini (Kalimantan Utara) diharapkan dapat dimulai di tahun depan," kata Budi.

Dia menambahkan, anak usahanya, PT ANTAM Tbk dan produsen alumina terbesar kedua di dunia Aluminum Corporation of China Ltd (CHALCO) juga akan bekerja sama membangun pabrik pemurnian untuk memproses bauksit menjadi alumina.

Alumina merupakan bahan baku utama untuk membuat aluminium ingot. Adapun Inalum sendiri merupakan produsen aluminium ingot satu-satunya di Indonesia.

Budi menjelaskan konstruksi proyek yang berlokasi di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, ini dilakukan dalam dua tahap dengan total kapasitas produksi dua juta metrik ton alumina. Sementara itu, investasi untuk membangun pabrik tahap 1 tersebut diperkirakan sekitar 850 juta dolar AS dan di targetkan mulai produksi pada 2021.


Selain Antam, anak usaha lainnya, PT Bukit Asam Tbk juga akan berkolaborasi dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk untuk mengkonversi batubara muda menjadi syngas yang merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai bahan bakar, urea sebagai pupuk, dan polypropylene sebagai bahan baku plastik.

Pabrik pengolahan gasifikasi batubara ini, menurut dia, direncanakan mulai beroperasi pada November 2022. Dia berharap produksi dapat memenuhi kebutuhan pasar sebesar 500.000 per tahun, 400.000 ton DME per tahun dan 450.000 ton Polypropylene per tahun.

Dengan target pemenuhan kebutuhan sebesar itu, diperkirakan kebutuhan batubara sebagai bahan baku akan sebesar sembilan juta ton per tahun termasuk untuk mendukung kebutuhan batubara bagi pembangkit listriknya. Nilai keseluruhan proyek tersebut diperkirakan lebih dari US$3 miliar atau sekitar Rp45 triliun.

Tahun ini, Inalum memperkirakan penjualan hasil ekspor dapat mencapai 2,51 miliar dolar AS atau sekitar Rp 37 triliun. Adapun hingga Agustus 2018, telah terealisasi sekitar US$1,57 miliar dolar AS atau 62,5 persen dari proyeksi. (antara/agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER