Jakarta, CNN Indonesia -- Menduduki kursi menteri tak pernah menjadi mimpi
Basuki Hadimuljono. Lahir dari keluarga tentara, hampir seluruh kariernya dihabiskan sebagai Pegawai Negeri Sipil (
PNS) di Kementerian Pekerjaan Umum (
PU).
Lulus dari Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 1979, Basuki langsung memilih untuk berkarier sebagai PNS. Ia kemudian meneruskan pendidikan magister dan
doctoral di Colorado University pada 1987-1992.
Sepulangnya ke Tanah Air, Basuki kala itu merupakan satu-satunya pegawai Kementerian PU lulusan S3. Kariernya pun perlahan pasti menanjak hingga akhirnya menjadi dirjen pada usia 49 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Basuki menjabat Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan pada 2005-2007. Kemudian mengenyam jabatan Inspektur Jenderal pada 2007-2013 dan Direktur Jenderal Penataan Ruang pada 2013-2014.
Setelah berkarier lebih dari 30 tahun sebagai PNS, Basuki akhirnya didapuk oleh Presiden Joko Widodo untuk memimpin Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada Oktober 2014. Ia menjadi menteri pertama penggabungan dua kementerian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat.
"Saya tidak pernah terpikir menjadi menteri. Kalau jadi dirjen, saya sering bercanda dengan teman, karena memang jabatan tertinggi bagi PNS itu ya eselon 1," ujar Basuki kepada
CNNIndonesia.com, belum lama ini.
[Gambas:Video CNN]Menurut Basuki, jabatan menteri tak bisa diupayakan sendiri karena sepenuhnya wewenang Presiden. Misi yang diberikan kepada Basuki pun cukup berat, mengingat pembangunan infrastruktur merupakan salah satu fokus utama pemerintahan Jokowi.
Akibatnya, sejak menjabat sebagai menteri, ia pun mengaku tak lagi punya banyak waktu luang. "Hidup saya mungkin sekarang habis untuk pekerjaan. Rumah, kantor, istana, dan lapangan. Hidup saya hanya itu empat tahun ini," ungkapnya.
Dalam empat tahun terakhir, Basuki mengaku menghabiskan hari kerjanya di kantor, istana, dan proyek. Akhir pekan pun, menurut dia, kadang digunakan untuk meninjau proyek infrastruktur di luar Jakarta.
Kendati demikian, ia mengaku tak lelah berkeliling Indonesia lantaran hal tersebut sudah sering dilakukannya sejak kecil. Hidup di keluarga tentara, ia kerap mengikuti sang ayah yang sering berpindah tugas.
Tak hanya itu, saat menjadi PNS di Kementerian PUPR, ia juga sempat bertugas di Semarang, Kupang, dan kuliah di Amerika Serikat (AS), sebelum menetap di Jakarta.
"Kadang mungkin orang mengira saya kerja banget, ke sana ke mari, lelah. Padahal, saya kan jalan-jalan setiap hari," celetuknya diikuti tawa.
Loyalitas Basuki pun terbukti dari rampungnya banyak proyek infrastruktur. Pembangunan jalan tol Trans Jawa dan Trans Sumatera, serta jalan Trans Papua yang terbengkalai di era pemerintahan sebelumnya, menunjukkan progres yang signifikan.
Jalan tol Trans Jawa bahkan kini hampir rampung dan ditargetkan tersambung seluruhnya di tahun ini. Saat peresmian Jalan Tol Gempol-Pasuruan pertengahan tahun ini, Jokowi bahkan membanggakan pekerjaan Basuki dan memberikannya julukan Daendels baru.
Daendels merupakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memimpin pembangunan jalan mulai dari Anyer, Banten hingga Panarukan, Jawa Timur. Julukan Daendles diberikan Jokowi kepada Basuki lantaran ia berhasil mengebut pembangunan jalan tol dari Merak-Banyuwangi atau Tol Trans Jawa.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Menghabiskan karier sebagai PNS, bagaimana perubahan hidup Basuki setelah mendapuk kursi menteri dalam empat tahun terakhir. berikut petikan wawancara
CNNIndonesia.com dengan Basuki:
Bagaimana awal mula karir Anda?Saya lulusan Geologi, tadinya saya mau masuk perminyakan. Tapi setelah skripsi, ternyata saya tidak bisa hidup di lingkungan perminyakan yang terlalu eksklusif. Jadi saya masuk ke PU saja. Pekerjaanya hampir sama, mengebor air tanah.
Sekitar lima tahun masuk PU, saya sempat mau kerja di sektor minyak. Dulu saya ditawari kerja di StanFlex secara prioritas. Teman saya sudah masuk lebih dulu, kemudian dia telepon saya, 'Bas, ini ada penerimaan dan kamu diprioritaskan bisa masuk di sini kalau kamu mau,' tapi saya hanya bilang terima kasih.
Saat itu, gaji di sana sudah Rp1,5 juta, sedangkan saya calon Pegawai Negeri Sipil hanya Rp60 ribu. Saya tidak mikir itu, karena saya pikir kalau saya di sana dapat gaji besar, tapi saya kehilangan komunitas saya. Itu yang selalu saya pikirkan.
Mungkin karakter saya selalu lebur dengan komunitas saya, sehingga saya tidak pernah berpikir untuk pindah. Jadi sekali saya masuk ke dalam komunitas, saya pasti ingin berada di situ selamanya.
Kebetulan saya mendapatkan pekerjaan yang saya cintai dan itu tidak banyak dijumpai oleh orang lain. Jadi saya suka sampaikan ke teman-teman, kerjakan yang kamu cintai. Kalau tidak ada yang kamu cintai untuk dikerjakan, maka cintailah apa yang sedang kamu kerjakan. Baru mendapatkan kepuasan.
 Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dan sejumlah pejabat daerah setempat memberi keterangan saat meninjau proyek pembangunan Jembatan Holtekamp di Jayapura, Papua, Kamis (12/4). (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya) |
Apa perbedaan ketika menjadi PNS dan menteri?Saat menjadi Menteri, saya mendudukkan diri sebagai pembantu Presiden. Jadi kalau ditanya visi saya, visi saya adalah visi Presiden, dan misi saya adalah mengimplementasikan visi Presiden itu. Jadi kalau visi Presiden tidak tercapai, yang salah pembantunya, bukan Presidennya.
Bagaimana Anda mendeskripsikan karakter Anda?Pertama, saya selalu lebur dengan komunitas saya, saya tidak bisa hidup sendiri. Makanya ketika saya ditempatkan di suatu tempat, lalu saya pindah, itu yang saya pikirkan bukan tempat baru saja, tapi yang saya tinggalkan.
Kedua, saya tidak bisa bilang tidak, apapun, sehingga saya sering dinasihatkan takutnya dimanfaatkan orang. Tapi saya itu tidak bisa katakan tidak kalau ada orang yang membutuhkan sesuatu, bantuan dari saya terutamanya. Saya pasti tidak bisa katakan tidak, padahal untuk keluarga saya bisa saya nomor dua kan.
Ketiga, saya ingin selalu membuat nyaman orang, dan bergaul dengan rasa. Jadi kalau saya berbuat baik kepada seseorang, kemudian orang itu menyelingkuhi saya, itu saya pasti di rumah nangis, sampai tua ini, karena itu tadi saya ikhlas sekali bergaul dengan orang.
Kalau bekerja, nilai apa yang paling Anda pegang teguh?Pegangan saya sebagai seorang pekerja itu hanya ada dua hal, yaitu
trust (kepercayaan) dan loyalitas. Kalau dapat trust dari atasan maka saya harus loyal, itu tidak ada yang lain. Tugas bawahan hanya bekerja, sama saja kewajiban atasan perhatikan anak buah dan itu adalah hak anak buah untuk diperhatikan.
Saya punya hak untuk minta anak buah bekerja dengan baik. Kalau anak buah sudah mendapatkan perhatian, maka giliran anak buah bekerja dengan baik, itu sama saja. Itu yang selama ini saya pakai. Siapa pun atasan saya, itu sikap saya, loyalitas dan
trust.
Sejak menjadi menteri, kesibukan pasti meningkat. Apakah sempat ada keluhan dari keluarga?Tidak, istri dan anak saya tahu kelakuan bapaknya. Libur tiga hari
long weekend saja, saya bingung di rumah. Pasti main ke kantor, minimal membersihkan dan merapikan arsip di kantor.
Apa yang Anda lakukan di waktu senggang dengan keluarga?Sekarang saya punya dua cucu, jadi sama mereka. Kalau mau menghabiskan waktu dengan keluarga itu paling mengantarkan istri saya ke Pasar Mayestik, beli tekstil, beli bahan.
Kalau makan malam keluarga ya mungkin 2-3 minggu sekali, kalau ada waktu pas dan tidak ada jadwal menemani Presiden ke lapangan, ya di waktu-waktu itu.
Apa hobi Anda?
Saya suka fotografi, memotret. Dulu saat jadi Kepala Balitbang, saya kursus di Darwis Triyadi, basic, intermediate, sampai advanced. Kumpul dengan anak muda, kami hunting foto, waktu itu ke Babel saja ikut, Gunung Bromo, sampai blusukan di Jakarta.
Sampai sekarang juga masih suka, apalagi di daerah-daerah yang remote, yang mungkin saya tidak sering kembali.
Saat acara resmi juga, kan harus duduk manis tuh. Nah, kalau bawa kamera itu kan bebas, lari-lari, tidak hanya duduk, tapi kalau dengan kamera saya bebas. Tapi kadang diusir juga oleh Paspampres (sambil tertawa).
Saya dulu waktu SMA ikut drumband, saya pegang tenor. Tapi karena dulu di Jayapura, Kodam punya band, jadi saya sering ikut main. Di UGM, saya main tapi tidak fokus. Saya lebih fokus justru di PU, saat di direktur jenderal.
Di PU, kami main setiap Jumat akhir bulan kalau tidak sibuk, pekerjaan bagus,
mood enak, itu pasti setiap Jumat akhir bulan kami latihan. Tapi sebenarnya itu untuk silaturahmi dengan anak muda.
Yang baru dengan Elek Yo Band (beranggotakan para menteri dan pejabat pemerintah). Waktu itu, kami main di salah satu stasiun televisi, terus cari namanya. Saya bilang saja Elek Yo Band, lalu di acara Pak Sekretaris Negara di Yogyakarta kami main. Sekarang jadi lebih sering ketemu, ini bagus untuk silaturahmi.
 Elek Yo Band. (CNN Indonesia/Riva Dessthania Suastha) |
Apa aliran musik dan musisi favorit Anda?Saya suka Gugun Blues Shelter. Saya kira blues agak selow, sesuai dengan usia, jadi tidak terlalu bagaimana, kan lebih
blues rock. Ini untuk
maintenance semangat, kalau pop mendayu-dayu itu untuk lain waktu. Kalau di lapangan harus yang seperti ini untuk
maintenance mood, ini penting.
Sebenarnya saya ingin nonton Guns N Roses kemarin, tapi karena Pak Presiden mau ke Tegal dan resmikan tol, maka saya harus persiapkan itu. Saya sudah beli tiket, jadi anak-anak saya saja yang nonton.
Apa ada harapan atau cita-cita yang belum terwujud?Dari program kami, Tol Trans Jawa harapannya bisa tersambung pada 2018 sehingga saat Natal dan Tahun Baru, masyarakat bisa mudik lebih nyaman.
Akan terasa sekali pada saat mudik nanti di jalan. Bagaimana bahagianya bisa berkontribusi, karena sekarang saya sudah tidak bisa mudik, saya sudah tidak punya orang tua. Jadi saya bisa merasakan bahagianya mereka kalau saya bisa menyediakan prasarana itu.
Kalau ditawari jadi Menteri PUPR lagi, siapa pun pemimpinnya, apa masih mau?
Saya tidak pernah memikirkan soal itu, yang penting sekarang saya kerja dan silaturahim. Setiap habis solat Jumat, saya pasrahkan apa yang saya kerjaan setiap hari dan saya mohon agar ini menjadi bagian ibadah saya kepada Allah.