Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan pesimis defisit keuangan yang dideritanya tidak akan tertutup seluruhnya oleh suntikan modal pemerintah. Diketahui, pemerintah telah menyuntikkan dana segar Rp4,99 triliun pada 24 September 2018 dari
APBN.
Kemudian, pemerintah kembali menyuntikkan modal Rp3 triliun pada 5 Desember lalu dan rencananya sebesar Rp2,26 triliun pada 14 Desember nanti. Secara total, aliran modal APBN untuk BPJS Kesehatan mencapai Rp10,25 triliun.
Sementara, menurut hitung-hitungan Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris, defisit keuangan lembaganya mencapai Rp16,5 triliun. Angka ini terpaut jauh dari hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang sebesar Rp10,98 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya tunggu, audit sistem saja. Memang, audit BPKP hasil sementaranya begitu, tapi kami mau lanjut audit sistem dulu," ujarnya di Gedung DPR, Selasa (11/12).
Fahmi menyebut bisa memastikan defisit keuangan apabila hasil audit BPKP resmi dirilis. Namun, ia mengaku tak bisa memastikan apakah nantinya defisit tersebut bisa ditutupi sepenuhnya oleh pemerintah atau tidak.
"Yang penting selesaikan dulu Desember ini, nanti setelah audit sistem kalau masih ada lagi dan Menteri Keuangan yakin (untuk berikan dana lagi), nanti diselesaikan," katanya.
Sebelumnya, Sri Mulyani meminta BPKP kembali melakukan audit terhadap keuangan dan sistem pelayanan dan klaim BPJS Kesehatan. Ia menilai aturan klaim biaya perawatan dari RS yang berdurasi hingga dua tahun ke depan setelah pelayanan diberikan bisa membuat beban keuangan BPJS Kesehatan meningkat.
Saat ini, aturan klaim tersebut telah diubah maksimal enam bulan setelah pelayanan diberikan oleh pihak RS.
"Sebagai orang awam, bagi saya ini tidak masuk akal, masa bisa sampai dua tahun kemudian ditagihkan. Bisa saja ada RS yang sebenarnya melakukan 50 operasi katarak dua tahun lalu, tapi tiba-tiba bilangnya 200 operasi saat klaim. Ini bagaimana kalau ternyata begini?" pungkasnya.
(uli/bir)