Ekonomi Global Pulih, IHSG Diprediksi Tembus 7.100 pada 2019

CNN Indonesia
Kamis, 13 Des 2018 19:12 WIB
IHSG diprediksi bisa mencapai 6.900-7.100 pada 2019. Salah satu pemicunya berasal dari potensi dana investor asing yang kembali ke pasar saham Indonesia.
IHSG diprediksi bisa mencapai 6.900-7.100 pada 2019. Salah satu pemicunya berasal dari potensi dana investor asing yang kembali ke pasar saham Indonesia. (CNN Indonesia/Dinda Audriene Muthmainah).
Jakarta, CNN Indonesia -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi bisa mencapai 6.900 sampai 7.100 pada 2019. Salah satu pemicunya berasal dari potensi dana investor asing yang kembali ke pasar saham Indonesia.

Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan mengatakan sepanjang tahun ini investor asing sudah banyak keluar dari pasar modal Indonesia, karena ekonomi terganggu dari sisi domestik dan global.

"Gara-gara The Fed agresif menaikkan suku bunga empat kali tahun ini, jadi asing keluar dulu dari emerging market, tidak hanya Indonesia tahun ini. Semua tanpa melihat fundamental Indonesia," kata Katarina, Kamis (13/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Potensi The Fed menaikkan suku bunga sebanyak empat kali juga menyebabkan mata uang rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Katarina menyebut hal utama yang dinilai pelaku pasar asing untuk menanamkan investasinya adalah kondisi mata uang di negara tersebut.

"Kalau fundamentalnya bagus, tapi mata uang bergeraknya negatif tetap saja asing tidak akan mau," tutur Katarina.

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada Rabu (12/12) kemarin saja pelaku pasar asing melakukan jual bersih sebesar Rp847,79 miliar. Jika dilihat secara sejak awal tahun hingga kemarin, jumlah jual bersih asing sudah mencapai Rp49,25 triliun.


Di sisi lain, pergerakan rupiah menjelang akhir tahun ini jauh lebih baik dari beberapa bulan sebelumnya yang sempat menyentuh level Rp15 ribu per dolar AS.

"Tahun ini kan memang banyak tekanan, selain The Fed, lalu ketidakpastian tinggi. Ada juga dari perang dagang AS dan China," ujar Katarina.

Beruntung, pernyataan The Fed yang menyebut tren kenaikan suku bunga atau normalisasi bank sentral AS itu sudah hampir mencapai puncaknya. Dengan demikian, normalisasi The Fed berpeluang tak seagresif tahun ini.


"Tentu itu juga akan diikuti oleh Bank Indonesia (BI)," imbuh Katarina.

Saat ini, lanjut Katarina, kondisi perang dagang antara AS dan China juga bakal mereda. Kedua negara sepakat untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai peta jalan (roadmap) kerja sama perdagangan.

"Dari Indonesia pemilihan presiden (pilpres) biasanya IHSG itu naik dalam tiga pilpres kemarin," jelas Katarina.


Menurut dia, momentum pilpres justru menjadi stimulus bagi ekonomi dalam negeri. Bila ada stimulus, maka pelaku pasar asing akan semakin tertarik untuk masuk atau berbelanja saham emiten yang tercatat di BEI.

"Tahun depan diperkirakan saham akan lebih cemerlang, valuasi juga menarik sekali. Tekanan rupiah mereda, suku bunga siklus kenaikannya sudah hampir habis," terang Katarina.

Ditambah lagi, harga minyak mentah dunia kini semakin bersahabat atau menurun. Sebagai negara pengimpor minyak, tentu ini menjadi sentimen positif untuk Indonesia. Apalagi, jika pemerintah memutuskan untuk menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM), maka sektor barang konsumsi akan diuntungkan.


"Turunnya harga minyak kan memperkuat konsumsi," kata Katarina.

Terkait sektor, Manulife Aset Manajemen merekomendasikan pelaku pasar untuk masuk ke saham berbasis telekomunikasi, keuangan dan otomotif. Menurut dia, valuasi saham di tiga sektor itu masih terbilang murah. (aud/lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER