Kendati membesarkan usaha sendirian, Djoko mengingatkan untuk tak lupa mengambil gaji untuk diri Anda sendiri sebagai pemilik dari toko online. Ini penting untuk membuat bisnis online itu profesional ke depannya.
Gaji itu harus dibayar setiap bulan. Kalau pun Anda memutuskan untuk tak mengambil gaji dan dianggap sebagai modal tambahan, maka wajib dicatat sebagai tambahan modal dalam pembukuan toko online Anda.
"Tapi kalau memang misalnya toko online-nya untungnya belum seberapa, tidak apa-apa tak segera dibayar, tapi harus dicatat sebagai utang," tutur Djoko.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu, sambung dia, bisa juga menjadi tolak ukur apakah berbisnis online ke depannya saja bisa cukup untuk menopang hidup atau menjadi mata pencarian utama bagi Anda.
Selain gaji, calon pengusaha online juga harus bijak dalam mengelola waktu dalam mengurusi toko online dan waktu pribadinya. Bahkan, jika Anda seorang karyawan dan menjadikan bisnis online sebagai bisnis sampingan, maka ini juga tambahan tantangan untuk Anda.
"Bagi mereka yang memiliki toko online, tapi juga bekerja, mereka harus komitmen tidak apa-apa buka toko online nya sepulang kerja tapi harus komitmen. Jangan sampai konsumen sudah menghubungi untuk memesan tidak dibalas-balas pada jam buka itu," jelas Djoko.
Kemudian, jangan sekali-kalinya mencampuradukkan pekerjaan di kantor dengan usaha online pribadi. Misalnya, memanfaatkan jam kerja di kantor untuk mengurusi bisnis online. Hal itu akan memunculkan mental berbisnis yang buruk. "Jadinya kan korupsi waktu. Itu tidak bagus. Semua harus berimbang. Jangan campur-campur. Ini juga agar fokus tidak setengah-setengah," katanya.
Sebagai salah satu pebisnis online yang juga bekerja di perusahaan swasta, Ghoida mengaku tak pernah membeda-bedakan pekerjaannya di kantor dan bisnis online. Keduanya sama-sama menjadi prioritas.
"Saya biasanya mengurus bisnis online mulai dari sore dan malam sepulang kantor dan pagi-pagi sekali sebelum berangkat ke kantor. Pandai-pandai membagi waktu memang jadi kunci," cerita Ghoida.
Ketika waktu mengurusi bisnis online itulah ia gunakan untuk berbelanja bunga dan berbagai peralatan pembuatan rangkaian bunga lainnya, serta menghias rangkaian bunga. Kebetulan, ia menjalankan bisnis ini bersama dua teman lainnya.
Tak sia-sia, kerja kerasnya membuahkan hasil. Meski baru dibentuk pada Januari 2018 kemarin, tapi kini omzetnya sudah mencapai Rp7-Rp10 juta per bulan. Padahal, pada saat awal berdiri omzetnya hanya Rp2 juta per bulan.
"Cara pemasarannya kami lebih banyak di Instagram, sisanya ada di Facebook page, website, dan Google juga untuk menjangkau pelanggan dari luar kota, bahkan luar negeri," lanjut Ghoida.
Lain cerita dengan Putri. Ia menjadikan @ceraofficial sebagai bisnis utamanya. Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini memilih tak bekerja di perusahaan dan fokus pada bisnis penjualan baju formal sedari awal.
Usaha yang bermula sejak 2016 lalu itu pun terus melejit. Bila dulu konsumen hanya bisa membeli baju formal bermerek Cera melalui toko online, saat ini konsumen bisa langsung datang ke toko offline Cera.
"Pembukaan toko itu bertepatan dengan dua tahunnya Cera berdiri. Waktu dulu saya benar-benar mengerjakan Cera sendiri," papar Putri.
Tak ayal, penghasilannya kini sudah tembus Rp80 juta dalam satu bulan. Berbagai produk yang ia jual dijual dengan harga kisaran Rp700 ribu sampai lebih dari Rp3 juta.
Berada di posisi saat ini, keduanya mengaku masih merintis dan belum sampai pada puncaknya. Sebelum sampai titik ini pun, Ghoida dan Putri pernah sama-sama mengalami titik terburuk dalam berusaha.
Ghoida misalnya, pernah merasakan pemesanan rangkaian bunga yang tak sampai 10 dalam satu bulan. Padahal, kini bisa sampai puluhan. Namun, kondisi itu ia jadikan pelajaran untuk membaca kondisi pasar.
"Saya dan rekan lain lebih sensitif dengan momen-momen yang ada waktu itu, untuk waktu yang lagi tidak musim pesan bunga kami coba memancingnya dengan paket promo menarik, seperti diskon, ongkos kirim gratis," kenang Ghoida.
Sementara, Putri pernah sampai kena tipu oleh penjahit dan pembeli sampai belasan juta. Selain itu, hasil baju juga pernah tak sesuai dengan ekspektasi, sehingga tidak bisa dilempar ke pasaran.
"Cara bangkit kembali bagi saya waktu itu adalah dengan fokus pada hal-hal yang positif dan masih bisa dikembangkan, dan tidak terfokus pada kegagalan itu sendiri," tutur Putri.
Ungkapan pengalaman adalah guru yang terbaik mungkin tepat disematkan pada kisah dua pebisnis online ini. Keduanya menjadikan titik jatuh mereka sebagai pembelajaran dan mencari strategi pemasaran lain.
(aud/bir)