Server di Luar Negeri, Bareskrim Pantau 36 Fintech Ilegal

CNN Indonesia
Rabu, 09 Jan 2019 09:53 WIB
Pemantauan khusus kepada 36 fintech dilakukan karena memiliki server di luar negeri sehingga data nasabah tak terjamin keamanannya.
Bareskrim menyita sejumlah barang bukti terkait penangkapan empat karyawan penagih utang fintech ilegal, Vloan. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengaku tengah memantau 36 perusahaan teknologi finansial (fintech) di sektor layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (peer to peer/P2P lending) ilegal atau belum tercatat di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Rickynaldo Chairul mengatakan pemantauan khusus dilakukan karena server 36 fintech itu berada di luar negeri. Walhasil, data nasabah tak hanya ada di dalam negeri dan belum tentu terjamin keamanannya.

"Dan hosting-nya pun juga bukan hanya dari Indonesia, hostingnya juga dari beberapa negara juga," tutur Rickynaldo.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Bila 36 fintech tersebut melakukan kesalahan atau merugikan masyarakat, kata Rickynaldo, maka Bareskrim Polri juga akan berurusan dengan pihak yang berwenang dari negara tempat server fintech itu berada.

Pemantauan ini dilakukan berkaca pada kasus Vloan, perusahaan fintech P2P lending yang baru saja terkena kasus hukum karena empat karyawannya melakukan pencemaran nama baik nasabahnya. Server aplikasi fintech tersebut terletak di Zheijang dan China. Sementara, hosting server nya berada Arizona dan New York.

Meski masuk dalam pantauan, sejauh ini Rickynaldo mengklaim pihaknya belum menemukan indikasi kesalahan dari 36 fintech tersebut. "Hanya kebetulan server di luar negeri," imbuh Rickynaldo.


Secara terpisah, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengatakan masih sulitnya beberapa kalangan masyarakat dalam mengakses keuangan formal, dalam hal ini perbankan untuk meraih pinjaman, seringkali dimanfaatkan pihak non formal untuk meraup keuntungan.

"Pelaku-pelaku ini memberi jalan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan membuat fintech ilegal, hanya dengan membuat aplikasi tanpa mendaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ungkap Tongam.

Selain itu, tingkat kemampuan masyarakat dalam menyisir fintech mana yang legal dan ilegal juga diklaim Tongam masih rendah. Makanya, ia menyarankan masyarakat untuk mengecek terlebih dahulu dengan membuka website OJK untuk memastikan apakah fintech yang diketahuinya resmi atau tidak. (aud/agi)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER